Umum

Pemuja Moneytologi : Hakim Agung Mahkamah Agung Terjaring OTT KPK!!! .

Erika Ebener 2 years ago 1.2k

Waktu saya berkasus pidana dengan sekolah yang mengaku sebagai satu-satunya sekolah internasional di Yogyakarta, Hakim Pengadilan Negeri membebas-murnikan terdakwa kasus pidana dengan dalil bahwa terdakwa tidak memiliki kewenangan. Putusan hakim yang sangat amat keluar dari koridor hukum adalah indikasi bahwa hati nurani hakim digunakan untuk dirinya dan bukan untuk menegakkan keadilan. Sejak kapan sidang pidang bicara soal kewenangan? Tapi ya sudahlah, suka-suka hakim saja, toh masih ada upaya hukum setelahnya, yaitu kasasi. Keluar dari ruang sidang Jaksa Penuntut Umum langsung berkata, "Kita akan langsung kasasi bu!", makanya ketika saya dikerubuti media, saya langsung bilang, "kita akan kasasi!".

Selesai dikerubuti media, saya beranjak ke pertemuan berikutnya dengan teman-teman praktisi hukum dan membahas putusan hakim pengadilan negeri yang baru saja saya terima. Tak ada satupun dari kita semua yang tidak berpendapat bahwa putusan hakim sangat-sangat abnormal dan melenceng dari apa yang ilmu hukum ajarkan. Indikasi putusan tersebut adalah putusan pesanan sangat kuat sekali. Di kalangan para pengacara, praktek-praktek jual beli putusan hakim sudah bukan cerita baru. "kalau dilevel PN sih siapapun bisa bayar. Tapi kalau sudah masuk Mahkamah Agung, duit ratusan juta ga laku!" Begitu mereka bilang. Saya pribadi berpikir bahwa Mahkamah Agung adalah harapan terakhir rakyat untuk memperjuangkan keadilan. Karena jika hati nurani Hakim Agung di Mahkamah Agung bisa dibeli karena memiliki bandrol harga, maka almarhum lah marwah hukum di Indonesia.

Sejauh ini, saya terus meyakini dan berpikiran positif terhadap para Hakim Agung di Mahkamah Agung. Tak mungkin para Hakim Agung itu tertarik untuk menggadaikan hati nuraninya pada setan. Apalagi saya dengar, katanya para Hakim Agung itu mendapatkan tunjangan semacam verdict fee dari negara untuk setiap putusan yang mereka hasilkan.

Dan hari ini seorang kawan, yang berprofesi pengacara, berkunjung ke rumah hanya untuk memberitahukan bahwa telah tertangkap OTT seorang Hakim Agung Mahkamah Agung!!!

Whaaaaat??? Sungguh saya sulit untuk mempercayainya. Lalu kawan saya membuka video pihak penyuap yang merupakan pengacara bernama Yosep Parera. "Track record pengacara ini bagus!! Dan di kasus suap ini, si pengacara benar-benar bersikap sangat jantan dan terhormat walaupun dia sudah menjadi tersangka". Begitu dia menambahkan informasi tentang sosok Yosep Parera.

"Saya dan mas Eko sebagai lawyer mengakui secara jujur menyerahkan uang di Mahkamah Agung, tapi kami tidak tahu dia (yang menerima uang) Panitera atau bukan. Intinya kami akan buka semua. Kami siap menerima hukumannya karena itu ketaatan kami. Saya mohon maaf untuk semua Pengacara yang ada di Indonesia. inilah sistem yang buruk di negara kita, di mana setiap aspek dari bawah sampai tingkat atas harus mengeluarkan uang, salah satu korbannya adalah kita. Sebagai penegak hukum kami merasa moralitas kami sangat rendah, kami bersedia dihukum yang seberat-beratnya", ujar Yosep saat akan dibawa ke Rumah Tahanan (Rutan) dari Gedung Merah Putih KPK, Jumat (23/9/2022) dini hari.

Keren!!! Asli keren!!!

Dari aksi OTT di Mahkamah Agung, KPK telah menetapkan 10 tersangka.

Penerima suap :

  1. Sudrajat Dimyati, Hakim Agung

  2. Elly Tri Pangestu, Hakim Yudisial atau panitera pengganti

  3. Desy Yustria, selaku PNS pada Kepaniteraan Mahkamah Agung

  1. Muhajir Habibie selaku PNS pada Kepaniteraan Mahkamah Agung

  2. Albasri selaku PNS Mahkamah Agung

  1. Redi selaku PNS Mahkamah Agung

Para penerima suap dijerat dengan Pasal 12 huruf c atau Pasal 12 huruf a atau b Jo Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.

Pemberi suap :

  1. Yosep Parera selaku Pengacara

  2. Eko Suparno selaku Pengacara

  3. Ivan Dwi Kusuma Sujanto selaku Debitur Koperasi Simpan Pinjam Intidana

  4. Heryanto Tanaka selaku Debitur Koperasi Simpan Pinjam Intidana

Para pemberi suap dijerat dengan Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 atau Pasal 6 huruf a Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.

Saya jujur saja, bingung kalau melihat oknum hakim menerima suap. Apa mereka lupa kalau mereka digelari sebagai "Wakil Tuhan"? Artinya putusan hakim ini dianggap dengan putusan Tuhan. Karena seperti yang selalu saya tuliskan "1000 pelanggaran jika tidak disidangkan dan diputuskan oleh hakim sebagai pelanggaran, maka akan menjadi kebiasaan, budaya bahkan jadi norma". Namun demikian, oknum hakim ini juga manusia biasa yang secara raga mengaku beragama salah satu dari 6 agama yang diakui Pancasila, tapi secara jiwa, mereka pemeluk agama "Moneytologi" yang taat.

BTW, Hakim Agung Sudrajat Dimyati ini kok menghinakan diri yah.... masa di sogok Rp 800 juta diterima... katanya ratusan juta ga laku di Mahkamah Agung..... moneytologi sejati!!!