Umum

Pejabat Antonim, Hedon, Tikus Pengerat!.

T.A Nugroho a year ago 196.0

Uang bukanlah segalanya, tetapi segalanya butuh uang. Kata-kata seperti itulah yang sebenarnya secara terang-terangan telah mengaburkan apa itu makna uang, uang hanyalah sebagai alat tukar. Sementara kekayaan itu sifatnya relatif, dan adanya hanya dalam hati seseorang.

Jika anda mempunyai tabungan 10 triliun, bisa dipastikan anda adalah orang kaya, tapi belum tentu anda bahagia. Sedangkan jika anda hanya mempunyai uang 100 ribu di dompet anda saat ini, bisa dikatakan anda kurang dalam hal materi, tapi bisa jadi anda hari ini adalah orang paling bahagia di dunia. Itulah misteri harta dan rasa, harta hanyalah materi di dunia sedangkan rasa adanya di dalam hati, dan sudah tentu bahagia adalah tentang rasa, bukan tentang dunia. Maka dari itu banyaknya harta yang dimiliki tidak menjamin kebahagian yang ada dalam rasa.

Mempunyai banyak harta memang lebih baik dari tidak mempunyai banyak harta. Kita bisa berbuat lebih jika harta yang kita miliki berlimpah, kita bisa lebih membantu sesama dengan harta kita miliki. Tetapi kemudian yang menjadi pertanyaan selanjutnya adalah darimana hartamu berasal? Bagaimana caramu mendapatkannya?

Dalam beberapa pekan kebelakang ini kita hampir setiap hari disuguhi dengan hedonisme para pejabat yang ada di sekeliling kita, sedangkan kita sendiri, rakyat, yang pada hakekatnya adalah Tuan dan pemegang kedaulatan tertinggi di negeri ini menjadi penonton dari gaya hidup hedonis para oknum pejabat korup di berbagai instansi. Miris, tapi apa daya itulah kenyataan. Kenyataan yang semakin membuktikan bahwa mental oknum para pejabat kita bukanlah tentang sebuah pengabdian, tapi tak lebih dari hanya mengejar uang, uang dan uang.

Kekuasaan dan berbagai fasilitas eksklusif yang diberikan oleh rakyat kepada mereka guna meneruskan cita-cita kemerdekaan dan merealisasikan nilai-nilai dalam Pancasila sepertinya tak lebih hanya mereka gunakan demi kepentingan mereka dan keluarga mereka sendiri. Resiko-resiko sosial seperti apatisme dan pembangkangan masif sangat nyata tergambar jelas kedepannya jika oknum-oknum pejabat seperti itu tidak segera di netralkan dan diproses secara hukum.

Bangsa ini lebih besar dari sekedar oknum-oknum pejabat semacam tikus pengerat seperti itu. Kita tidak boleh permisif dengan hal-hal yang menjurus dan berbau koruptif, kolutif dan nepotis seperti itu. Negara ini harus di organisir dengan landasan pengabdian sebagai pondasi. Maka sudah sewajarnya ketika rakyat melihat oknum pejabat hedon, baik dianya sendiri atau keluarganya, maka rakyat berhak tau dan berhak bertanya darimana hartamu?

Jangankan di tingkat pusat, di tingkat daerah pun seperti itu juga, bahkan jika dirasakan maka friksi di level bawah akan lebih sangat terasa. Oknum pejabat di daerah, baik itu legislatif, eksekutif maupun yudikatif banyak yang bergaya hidup hedon. Mentang-mentang pejabat, kadang hanya diajak salaman saja malah mlengos, tangan mereka sepertinya “suci” dan tidak mau terkotori memalui jabat tangan dengan rakyat. Baju mereka bersih, wangi, ibarat kata jangan sampai terkena bau apek dari rakyat yang seharian kerja di sawah.

Memang hebat para oknum pejabat itu, mereka menjadi antonim dari diri mereka sendiri, yaitu rakyat. Mereka berasal dari rakyat tapi rasa-rasanya ketika dipundaknya sudah ada jabatan seakan mereka merasa bahwa mereka bisa semaunya. Kesombongan yang mereka milik seakan bisa menembus sampai ke langit. Mereka lupa jika kedaulatan berada di tangan rakyat!

MERDEKA!!!