Umum

Modyar! Sudah Jatuh Tertimpa Tangga Lalu Edy Mulyadi Dikencingi Coro Pula.

Fery Padli 2 years ago 4.7k

Di artikel sebelumnya penulis pernah mengatakan cukup banyak orang yang berusaha menggagalkan rencana pemindahan Ibukota Negara (IKN).

Tujuannya yang terlihat selama ini sih ada dua,

Pertama, kepentingan mereka terganggu. Seperti kalau demo tidak akan terlalu disorot oleh media lagi.

Kedua, mereka tidak ingin melihat Jokowi sukses/berhasil.

Karena yang ada di benak kelompok sebelah, senang lihat orang nomor satu di Indonesia itu susah dan susah lihat Jokowi senang.

Jelas, walaupun melibatkan orang banyak, nama Jokowi-lah yang paling disorot terkait pemindahan IKN tersebut. Ia akan dikenang sepanjang sejarah sebagai presiden yang berhasil memindahkan ibukota negara yang sebelumnya pernah dicita-citakan oleh Bung Karno.

Ini yang mereka tidak suka.

Selama ini sudah cukup banyak keberhasilan Presiden Jokowi yang membuat hati mereka tersakiti. Mulai dari berhasil mengalahkan Prabowo dua kali. Hingga berhasil membangun infrastruktur secara besar-besaran di seluruh wilayah Indonesia.

Di samping itu, yang tidak kalah bikin benci pasukan Kadrun adalah kepuasan publik terhadap kinerja pemerintah sangat tinggi, yakni mencapai angka 70,7 persen (hasil survei SMRC).

Dan berdasarkan hasil survei Voxpopuli Research Center lebih tinggi lagi, yakni mencapai angka 80,3 persen.

Yang ini tidak lepas dari kemampuan pemerintah mengendalikan pandemi. Yang dunia juga mengakuinya.

Kemudian jangan lupa, Indonesia bakal punya panggung dunia pada 2022 ini dan 2023 mendatang. Pada 2022 Indonesia akan menjadi tuan rumah G20 dan pada 2023 Indonesia akan mejadi Ketua Asean. Hal ini tentu secara tidak langsung berdampak positif pada kepuasan masyarakat terhadap kinerja Presiden.

Siapa sih yang tidak bangga Indonesia semakin diakui dunia?

Kecuali pasukan nasi bungkus. Hehehe

-o0o-

Sebenarnya tidak setuju dengan kebijakan pemerintah sah-sah saja alias tidak ada yang melarang. Termasuk tidak setuju dengan rencana pemindahan ibukota negara. Tapi tetap dengan cara SIP (santun, integritas dan profesional).

Bisa dengan jalan menempuh jalur hukum atau melalui lobi dan negoisasi.

Kalau membabi buta melakukan ujaran kebencian menyerang IKN tersebut, siap-siap bukannya tujuan yang tercapai tapi malah dapat balak 6.

Pemain domino/gaple pasti paham banget bagaimana rasanya dapat balak 6 ini. Hehehe

Sudah ada contoh kok, orang yang membabi buta menyerang rencana pemindahan ibukota negara, hingga akhirnya dapat balak 6 tersebut.

Dia adalah Edy Mulyadi.

Si Edy ini awalnya menggelar konferensi pers terkait ketidaksetujuannya ibukota negara mau dipindahkan. Tapi ia malah ngelantur ngidul di hadapan para wartawan. Hingga menyeret beberapa pihak segala.

Seperti tanpa bersalah, Kalimantan dikatakannya tempat jin buang anak, dan Prabowo disebutnya macan jadi mengeong.

Tidak pelak, pernyataan gak berakhlak Edy itu langsung menui kecaman dari warga Kalimantan dan memicu emosi kader Gerindra.

Karena meskipun Prabowo tidak pernah menang di Pilpres, tapi tetap saja dia punya pendukung yang militan yakni kader Gerindra.

Lalu apa yang terjadi pada Edy berikutnya?

Sudah jatuh tertimpa tangga dan mukanya dikencingi coro pula.

Pertama, ia dilaporkan ke polisi secara bertubi-tubi. Salah satu pelapornya adalah Pemuda Lintas Agama Kaltim.

Setelah itu, Forum Dayak Bersatu (FDB) mendesak polisi agar segera menangkap si Edy ini.

"Dalam waktu cepat pihak kepolisian wajib menangkap Edy Mulyadi untuk meredam kemarahan rakyat Kaltim (Kalimantan Timur), bahkan Kalimantan umumnya," ujar ketua FDB Decky Samuel.

Yang turut melaporkan Edy ke polisi lainnya adalah Majelis Adat Dayak Nasional yang notabene organisasi tertinggi masyarakat Dayak di Kalimantan.

Di samping itu, juga muncul desakan dilakukan sidang adat di Kaltim terhadap Edy tersebut.

Cadas. Ini yang sebenarnya disebut dengan 'jangan pernah membangunkan harimau yang sedang tidur '.

Karena kalau itu dilakukan, siap-siap rasakan sendiri akibatnya.

Kedua, seperti tidak mau ketinggalan, Gerindra yang diwakili oleh Ketua Gerindra Sulut, Conny Lolyta Rumondor juga melaporkan Edy tersebut ke polisi. Kader partai berlambang burung Garuda itu menganggap Edy telah melakukan ujaran kebencian terhadap ketua umum sekaligus icon partai mereka, Prabowo.

Ketiga, ini yang paling menyakitkan hati (Edy) sebenarnya. PKS tidak mengakuinya sebagai kader. Kwkwkwk

Sebagaimana kita ketahui bahwa Edy ini pernah jadi Caleg PKS pada Pileg 2019 silam, Dapil Jakarta III. Tapi karena perolehan suaranya sedikit, kalah sama kader PKS lainnya Adang Daradjatun, ia akhirnya gagak masuk parlemen.

Dan si Kadrun Edy ini bisa dibilang ulama digoreng dadakan tiga lima rebuan. Karena awalnya berprofesi sebagai wartawan, tiba-tiba diangkat jadi Sekjen GNPF Ulama.

PKS sih senang-senang saja Edy menyerang rencana pemindahan ibukota negara tersebut. Pasalnya partai yang dipimpin oleh Ahmad Syaikhu itu juga tidak setuju IKN pindah ke pulau Kalimantan. Tapi karena pernyataannya tersebut sudah dianggap merugikan PKS maka do'i auto tidak dianggap.

Jubir partai dakwah itu, Ahmad Mabruri langsung angkat bicara dengan mengatakan Edy sudah tidak aktif lagi di struktur PKS setelah kalah di Pemilu 2019 lalu. Sehingga apapun pernyataannya tidak ada hubungannya sama sekali dengan PKS. Kwkwkwk

Memang posisi PKS agak terancam terkait statemen Edy ini. Karena bisa-bisa tidak dapat suara di Kalimantan pada Pemilu 2024 mendatang.

Itulah kenapa mereka segera melakukan klarifikasi.

Lantas, kalau tidak lagi jadi kader PKS, Edy akan jadi apa?

Ada dua kemungkinan. Pertama, jadi pesakitan (masuk penjara). Kedua, jadi musuh masyarakat Dayak Kalimantan.

Atau bisa saja kedua-duanya.