Umum

Mengapa Publik Harus Kesal Atau Geram? Buang Energi atau Ga Ada Kerjaan?.

Erika Ebener a year ago 693.0

Hukum... bicara tentang hukum... bagi orang yang tidak pernah bersentuhan dengan hukum, apapun bisa dikometarkan bahkan bisa menjadi sumber kekesalan. Apalagi hukum atas sebuah kejadian kecelakaan, mengapa kita harus kesal? Buang energi dan sangat munafik sekali orang-orang yang merasa kesal pada proses hukum yang katanya tidak transparan bla bla bla.

Saya kasih tahu ya... yang namanya kecelakaan itu adalah sebuah perbuatan yang tidak direncanakan dan merugikan kedua belah pihak. Kalau sebuah perbuatan direncanakan, itu namanya kejahatan dan hanya merugikan satu pihak saja, yaitu pihak korban. Pada kejadian kecelakaan, kedua belah pihak sebenarnya sudah menjadi korban, namun satu pihak yang menjadi penyebab kecelakaan pastinya menjadi pihak yang dimintai pertanggungjawaban. Jika sebuah kecelakaan, seperti kecelakaan lalu lintas, biasanya kedua belah pihak berupaya untuk melakukan langkah damai dan sebisa mungkin tidak menyeret kejadian kecelakaan itu ke jalur hukum.

Dan saya kasih tahu lagi yah... tidak ada orang yang bisa dengan suka rela mau menerima proses hukum atas tindakan pidana yang telah diperbuatnya, baik disengaja atau tidak disengaja. Semua orang yang duduk sebagai terlapor atau tersangka, pastinya akan melakukan upaya-upaya untuk menyelamatkan diri dari hukuman. Menyogok aparat, menyogok jaksa hingga meyogok hakim sudah menjadi praktek wajar. Apalagi jika "kecelakaan" tadi terjadi pada anak pensiunan Polri atau petinggi polri, peniadaan tindakan hukum pada mereka sudah menjadi "PRiVILEGE" tersendiri. Mau geram atau kesal? Boleh... Tapi saya yakin, jika kita sendiri menjadi anak atau 'sodara' petinggi Polri, tentu privilege yang sama akan dilakukan. Jangan kita jadi anak atau sodara petinggi Polri, jadi orang biasapun, jika jadi pihak yang bersalah dan dihadapkan pada hukuman penjara, pasti kita akan berusaha sekuat kita, minimal untuk meringankan hukuman. Caranya bisa menyogok atau mencari orang yang namanya bisa dibeli dan dijual untuk menakut-nakuti aparat. Misalnya menggertak dengan mengatakan ""Saudara" saya polisi jenderal bintang dua!!" harapannya si polisi pangkat rendah itu takut lalu akan melepaskan kita dari tuduhan. Pada pihak pelapor, si polisi harus mencari alasan mengapa kita dilepaskan. Hal seperti ini sudah lumrah dan wajar dilakukan orang.

Transparansi proses hukum hanya berlaku bagi pihak-pihak yang berkepentingan. Di jaman teknologi seperti sekarang, orang yang merasa dirugikan atas proses hukum yang berjalan karena dianggap tidak transparan, biasanya menggunakan media sosial untuk curhat kalau dirinya merasa sedang didzolimi oleh hukum. Harapan dari mengunggah permasalahan di media sosial apalagi kalau bukan untuk mencari simpati sebanyak-banyaknya dari netizen lalu unggahannya menjadi viral. Namun demikian, tetap saja pihak-pihak yang tidak berkepentingan hanya bisa menjadi tim hore. Kalau bukan Hotman Paris yang memviralkan kejadian, atau publik-publik figure lainnya, biasanya pihak aparat bersikap cu'ek beybeh.

Menegakkan asas hukum yang menyatakan "equality before the law" atau semua orang sama dihadapan hukum tidak semudah yang diucapkan. Karena di sisi lain juga ada asas hukum yang menyatakan "mengedepankan praduga tidak bersalah" yaitu asas di mana seseorang dianggap tidak bersalah hingga pengadilan menyatakannya bersalah. Dan kedua asas itu hanya bisa diteriakkan di dalam ruang persidangan.

Seorang anak, mau dia anak pensiunan polri, TNI ataupun mantan menteri, akan diperlakukan sama di depan hukum setelah perkaranya masuk ke dalam ruang persidangan. Selama perkaranya masih dalam tahap menyidikan, asas hukum "equality before the law" atau semua orang sama dihadapan hukum hanya sebuah slogan dan gimik belaka. Dalam proses penyidikan, jika ditangani oleh oknum polisi, maka yang berlaku adalah asas "membela yang bayar". Kalau sudah begini, terlapor bisa bebas, pelapor bisa terancam dilaporkan balik. Mengesalkan??? Iya... tapi ya memang seperti itulah dinamika hukum di Indonesia.

Jadi buat apa kesal apalagi geram?? Coba saja kalian buktikan sendiri... lakukan tindakan yang membuat kalian harus bersentuhan dengan hukum, saya yakin, kalian akan meminta bahkan memohon pada aparat penegak hukum agar transparansi itu tidak ditegakkan. Namun demikian, kita tetap harus meyakini bahwa memiliki hukum walaupun tidak tegak lurus jauh lebih baik dari pada hidup di negara tanpa hukum. Banyak-banyak saja berdo'a semoga Tuhan memberkati dan merahmati para penegak hukum dan semoga kita diberi rejeki yang berlimpah, sehingga walaupun lawan kita orang yang duitnya tidak berseri atau seorang pejabat tinggi, kasus hukum kita dapat ditangani oleh aparat penegak hukum yang berintegritas dan berakhlak tinggi.

Percaya sama saya... ngga perlu kita merasa kesal atau geram, santai saja. Karena kita tidak akan pernah tahu di masa depan mungkin kita yang duduk di posisi si anak pensiunan polisi itu....