Umum

Makan Siang dan Susu Gratis 450 Triliun Itu Rentan Ditunggangi Proyek Dadakan Pejabat.

Rahmatika 5 months ago 382.0

Ketika saya mendengar pasangan Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka mau membuat program makan siang dan susu gratis sejujurnya saya langsung mengernyitkan alis. Selain alis, dahi pun makin mengernyit tatkala mengetahui mereka mengestimasikan anggaran ini akan memakan biaya 450 triliun dalam setahun alias hampir sama dengan 13% lebih APBN. Duh kalian ya, bikin gue makin butuh botox aja nih kebanyakan mengernyit!!

Oke, mungkin karena dua pasangan ini produk sekolah luar negeri yang mana di luar negeri itu biasanya anak-anak sekolah dapat makan siang (sebenarnya nggak gratis juga karena kan mereka juga bayar uang sekolah) maka mereka berpikir program ini akan nampak cool kalau diterapkan di Indonesia. Tapi sadar nggak ini bukan jawaban dari bagaimana memenuhi kebutuhan gizi anak-anak itu?

Anak Indonesia butuh gizi menyongsong Indonesia Emas 2045? Iya! Setiap anak butuh gizi untuk optimalisasi pertumbuhan dan tentu saja mereka sekolah, mereka generasi muda, bahan bakarnya perlu dipersiapkan dengan baik. Tapi.....

  1. Program ini akan rentan dengan pejabat-pejabat yang dadakan pada buka usaha buat bikin bisnis warteg, katering, or everything u named it. Tujuannya? Ya biar dapat proyekan. 450 triliun itu besar lho say!! Yakin deh nanti akan banyak jasa pemasok makan siang ke sekolah yang kalau dirunut-runut ya pejabat-pejabat setempat. Akibatnya apa? Yakin makanannya bergizi dan cukup porsinya? Boro-boro... Saya yakin akan banyak penyunatan di kanan kiri demi meraup keuntungan pribadi. Ya mungkin makanannya bergizi, tapi sayurnya dibanyakin karena dianggap murah, protein secimit, nasinya banyak. Amsyong!!

Perencanaan program yang bagus itu salah satunya harus bisa mudah diraih. Lah kalau program makan gratis gini bagaimana dengan anak-anak yang sekolahnya di pedalaman? Mereka ini jauh lebih butuh daripada anak-anak perkotaan. Tapi kira-kira memungkinkan nggak? Lha wong ngegaji guru di pedalaman aja Pemerintah kita masih masuk angin, banyak yang gajinya miris, berbulan-bulan nggak terbayarkan, dan sebagainya.

  1. Anak Indonesia banyak yang mengalami intoleransi laktosa atau bahasa gampangnya nggak bisa mengonsumsi produk susu dan turunannya yang kalau mereka memaksa konsumsi bisa sakit perut, diare, kembung, mual, muntah setelah mengonsumsi produk-produk itu. Prevalensi malabsorbsi laktosa di Indonesia pada anak usia 3‒5 tahun sebesar 21,3%, usia 6‒11 tahun sebesar 57,8%, dan pada anak 12‒14 tahun sebesar 73%. Pada anak yang minum susu rutin dan tidak rutin, prevalensi intoleransi laktosa didapatkan sebesar 56,2% dan 52,1%.

Jadi ya susu itu bagus, tapi tidak untuk semuanya bisa diterapkan. Terus nanti ada pengadaan susu sekian, yang nggak bisa minum susu sekian, nah kelebihan susu ini siapa yang menyerap? Ujung-ujungnya nggak jelas juga kan?

Saya pribadi lebih memilih Pemerintah menjaga kestabilan harga sehingga keluarga Indonesia mampu menyediakan makanan bergizi termasuk kebutuhan protein yang penting buat anak-anak. Kedua, edukasi. Materi gizi seimbang, gizi baik, bagaimana mengelola menu sehat untuk keluarga harusnya masuk ke materi sekolah sejak dini, disampaikan di pembekalan nikah yang ada di KUA dan institusi keagamaan lain, edukasi wajib saat ibu hamil dan melahirkan, penyuluhan di Posyandu dan Puskesmas, dan seterusnya. Jelaskan kalau menyediakan menu bergizi itu nggak harus mahal, nggak harus beli ikan import seperti Nagita. Di sekitarmu itu banyak makanan bergizi. Jelaskan kenapa ibu nggak boleh malas dengan mengandalkan bekal mi instan terus buat anaknya sekolah.

Insentif juga bisa diberikan. Dulu seingat saya di DKI Jakarta bisa beli daging dengan kartu KJP, ini bagus. Mungkin nantinya selain daging bisa juga diadakan kemudahan untuk konsumsi ikan dan telur.