Umum

Kualitas Udara Jakarta Buruk, Anies Cerita Jis Dan Formula E Terus.

Francent Ariyanto 2 years ago 632.0

Jakarta masuk dalam kota berkualitas udara terburuk di dunia. Pada tanggal 15 Juni 2022, Jakarta menempati urutan pertama. Sepuluh hari berselang, Jakarta menempati peringkat kedua. Lumayanlah turun peringkat tetapi tetap saja sama buruknya.

Buruknya kualitas udara Jakarta bukanlah hal yang baru. Pada tahun 2019, Jakarta sempat menjadi kota dengan kualitas udara terburuk sedunia. Predikat ini berhasil dilepaskan pada akhir 2020 seperti dilansir oleh detik.com.

Memasuki tahun 2021, kualitas udara Jakarta kembali memburuk. Tercatat pada tanggal 20 April 2021, kualitas udara Jakarta terburuk sedunia. Sejak saat itu, Jakarta tidak pernah keluar dari peringkat atas kualitas udara terburuk. Adakah usaha Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI mengatasi hal ini?

Alhamdulilah saat ini Pemprov DKI Jakarta sedang menyusun sebuah grand design pengendalian kualitas udara. Saya yakin insyaallah proses penyusunan ini akan bisa tuntas segera dan bisa dipastikan penyusunan selama ini sudah sejalan dengan amar putusan yang dibicarakan hari ini,” kata Anies Baswedan seperti dikutip oleh detik.com.

Pernyataan tersebut diungkapkan pada tanggal 19 September 2021. Isi pernyataan tersebut menunjukkan bahwa Pemprov DKI sudah menyiapkan grand design untuk pengendalian pencemaran udara. Apakah grand design-nya sudah jadi?

Kalau melihat fakta bahwa hari-hari ini kualitas udara Jakarta masih menjadi salah satu yang terburuk di dunia maka bisa dipastikan grand design-nya belum ada. Hal ini juga sejalan dengan tanggapan Anies ketika ditanya soal kualitas udara yang memburuk. Dalam pernyataannya, Anies terkesan menyalahkan daerah lain yang mengirimkan emisi ke Jakarta, terutama emisi karena industri.

“Bila kondisinya itu terburuk selama 2 bulan setiap hari, berarti ada yang salah di kota kita ini. Tetapi bila ada satu hari di situ buruk sekali, kemudian hari-hari berikutnya kembali seperti normalnya Jakarta, mesti ada sebuah peristiwa yang terjadi di hari itu. Perlu kita lihat kualitas udara tidak ada pembatasan administrasinya, tidak ada. Jadi ada memang emisi dari dalam kota, tapi juga ada pergerakan dari berbagai wilayah,” kata Anies di Monumen Nasional pada tanggal 22 Juni 2022 seperti dikutip detik.com.

Dalam pernyataan yang sama, Anies juga menyatakan bahwa emisi kendaraan bermotor memiliki kontribusi besar terhadap pencemaran udara Jakarta. Oleh karena itu, pihaknya mengeluarkan kebijakan uji emisi serta menggenjot minat masyarakat untuk beraktivitas dengan angkutan umum.

Anies memang pintar memberikan pernyataan hebat meski hasilnya tidak ada. Seharusnya dia mengakui saja bahwa grand design yang dirancang belum jadi sehingga tidak bisa melibatkan wilayah sekitar untuk mengatasi pencemaran udara. Tidak perlu membuat istilah yang membingungkan seperti pembatasan administrasi segala. Langkah apa yang sudah dilakukan untuk mengajak kerjasama berbagai pihak? Sudah sejauh mana proses kerjasama itu? Seharusnya itu yang dijelaskan. Bukan membuat pernyataan yang terkesan menyalahkan.

Selain itu, Anies tidak mau mengakui bahwa Pemprov DKI tidak fokus dalam menggenjot uji emisi. Sebenarnya sudah ada aturan bahwa kendaraan yang laik jalan harus lolos uji emisi. Sayangnya aturan itu tidak dilengkapi dengan sanksi tilang untuk kendaraan yang belum memiliki sertifikat lolos uji emisi.

Sanksi tilang ini yang seharusnya menjadi prioritas diselesaikan oleh Pemprov DKI karena sudah ditunda sejak bulan November 2021. Karena itu, seharusnya Anies mengakui saja bahwa uji emisi belum ada sanksi tilangnya. Sudah dibicarakan atau belum? Sejauh mana sanksi dirumuskan? Inilah yang seharusnya dijelaskan.

Penggunaan kendaraan umum juga tidak menjadi prioritas garapan Pemprov DKI. Penyediaan transportasi umum memang sudah lumayan tetapi tidak disertai sosialisasi yang cukup. Situasi pasca pandemi tentu berbeda dengan sebelum pandemi. Masih banyak yang takut naik transportasi umum karena adanya ketakutan tertular virus covid 19.

Perlu usaha lebih untuk mengajak masyarakat beralih ke transportasi umum. Makin berat karena sekarang ini Jakarta menjadi penyumbang terbanyak penularan covid 19 varian baru dengan kasus mencapai 1000 lebih. Bagaimana strategi menggenjot minat masyarakat? Sudah tercapai belum targetnya? Hal-hal ini yang seharusnya diberitahukan.

Yah, itulah Anies Baswedan. Seorang pemimpin kota yang lebih banyak retorika daripada bekerja. Tampaknya kualitas udara memang tidak menjadi prioritasnya. Dia lebih sibuk mempromosikan keberhasilan menyelesaikan pembangunan Jakarta International Stadium (JIS) dan lancarnya Formula E. Dua hal ini terus disebut untuk menunjukkan bahwa dia berhasil memimpin Jakarta.

Ironis sebenarnya saat JIS dan Formula E terus disebut sementara kualitas udara Jakarta terus buruk. JIS adalah fasilitas olahraga yang bisa digunakan untuk menyehatkan badan. Nah, bagaimana bisa sehat jika kualitas udara yang dihirup buruk? Efeknya malah jadi tidak sehat.

Formula E juga menjadi ajang yang mempromosikan sumber energi non-fosil. Tujuan utamanya tentu saja mengurangi polusi udara. Nah ini, kota penyelanggara Formula E justru mempunyai kualitas udara yang buruk. Sama sekali tidak sejalan dengan visi Formula E dong.

Saya sih tidak berharap Anies akan membuat gebrakan soal kualitas udara ini. Tampaknya dia akan lebih sibuk dengan program-program pencitraan seperti mengubah nama jalan yang kabarnya ditolak warga juga. Yah, suka-suka Anies sajalah.

Salam sehat sedulur semuanya.

https://news.detik.com/berita/d-6146073/kualitas-udara-jakarta-hari-ini-terburuk-ke-2-di-dunia