Umum

Krisis Integritas di Peradilan, Haruskah ada Langkah Darurat?.

Ruskandi Anggawiria 2 years ago 552.0

OTT terbaru oleh Lembaga anti rasuah ini boleh jadi merupakan kasus paling ironis sekaligus indikasi wajah hukum kita sedang berada di titik nol. Dengan kata lain, lembaga peradilan harus segera mengevaluasi sistemnya secara menyeluruh.

Mungkin kini sudah saatnya mereka melakukan perang badar kepada oknum praktisi peradilan kita yang bukan hanya tercemar, namun juga penuh borok yang menjijikan. Tidak ada lagi tingkat pengadilan yang bersih dari perilaku curang, bahkan pada tingkat Kasasi, yang semula diyakini masih menjunjung norma dan moral hukum yang objektif, nilai itu kini runtuh berkeping-keping.

Para pencari keadilan sudah pada tahap frustrasi, ke mana lagi kita menggantungkan harapan mendapatkan keadilan, karena semua lembaga hukum saat ini tak lebih dari komoditas penghasil income bagi oknum-oknum pengabdi hukum.

Jika selama ini publik sudah skeptis pada beberapa institusi penegak hukum, maka kini Lembaga hukum paling tinggi dan merupakan pilar terakhir dari sistem hukum kita, melengkapi kerusakan sistem secara umum. Revolusi pada lembaga peradilan sudah sangat mendesak dilakukan.

Dari manakah idealnya pembenahan mendasar terhadap sistem hukum kita? Untuk menata integritas dan moral para apparat hukum tidaklah mudah, lebih-lebih di dalam lingkungan yang sudah tercemar. Niscaya terjadi saling curiga satu sama lain. Hal yang sama pernah terjadi ketika komunisme merajai kalangan pegawai pemerintah. Kalaupun dilakukan perubahan sistem, berarti didahului dengan penggantian besar-besaran.

Sejujurnya, Kitab undang-undang hukum kita sudah bisa dianggap sangat matang, baik dilihat dari sisi usia maupun teknis. Satu-satunya yang menjadi titik lemah justru ada pada integritas dan moral para aparatnya.

Jika moral mereka sudah sedemikian rendahnya, maka cara paling ekstrim dapat ditempuh sebagaimana teknologi telah mampu mengakomodasi. Kita bisa saja memanfaatkan Expert system. Artinya kita tidak lagi hanya terikat kepada personal tertentu, melainkan mereka menggunakan semacam referensi teknologi.

Lembaga peradilan harus diakui tidak semata-mata mengandalkan objektifitas dan fakta hukum, di sana ada nuansa subjektifitas yang dengannya mampu menafsirkan beberapa referensi hukum untuk membandingkannya dengan fakta dan bukti hukum. Krisis integritas dari para penegak hukum mengakibatkan kepercayaan publik kepada mereka mengalami krisis. Guna mengatasi krisis kepercayaan ini perlu diambil langkah darurat, dan teknologi merupakan salah satu jawabannya.

Lalu bagaimana nasib para apparat hukum yang jumlahnya sangat banyak itu? Keberadaan mereka mungkin masih diperlukan dalam peranannya sebagai pengguna teknologi, namun untuk menjadi pengguna yang baik, mereka pun harus berbekal ilmu hukum pula, karena antara penyedia referensi dengan penggunanya harus terjalin interaksi.

Mengingat ada perbedaan yang cukup mendasar antara penerapan ssistem peradilan konvensional dibanding pemanfaatan expert system, tentu diperlukan strategi transisional, meskipun penjadwalannya cukup sederhana. Misalnya melalui mekanisme pilot project pada lokasi terbatas, sebelum sistem ini diterapkan secara nasional.

Expert system dalam dunia hukum mungkin akan menjadi terobosan menarik, karena adanya perubahan di dalam proses penafsiran atas referensi/undang-undang yang selama ini dilakukan seorang petugas atau aparat hukum, kelak diambil alih, dan aparat hanya akan berperan sebagai pengguna.

Kenapa penggunaan Expert system ini harus dilakukan? Tentu saja alasan utamanya guna menanggulangi krisis kepercayaan dari para pencari keadilan terhadap para pengabdi hukum. Alasan lainnya adalah konsistensi dari sistem akan terjaga karena bersifat otomatis.

Ada trik yang telah mulai dipraktekkan oleh seorang pengacara, menurutnya trik ini terpaksa dia lakukan untuk membuka kasusnya terbaca oleh publik. Hotman Paris Hutapea akhir-akhir ini membuka layanan yang dinamakan Hotman-911. Haruskah semua kasus dipaksa memakai jalur yang lazim dimanfaatkan di Amerika?

Kalau kondisinya sudah sedemikian darurat, langkah apapun untuk memaksa keadilan berjalan pada relnya, haruslah kita dukung. Toh kita tidak mungkin menghentikan kehidupan hanya untuk menunggu segala sesuatunya berjalan normatif. Sejauh kita berani mengarungi terpaan gelombang, maka bisa kita arungi laut yang paling ganas sekalipun.

Menggunakan cara biasa guna memberi efek jera, tampaknya sudah tak lagi efektif untuk oknum pengadil yang korup. Mereka hanya bisa dilawan dengan cara luar biasa.


d2A1NlQrfWo