Umum

Fakultas Kedokteran Merebak, Bagaimana Kwalitasnya.

Roedy S Widodo a year ago 665.0

Mungkin tidak kita sadari bahwa saat. Ini banyak universitas yang membuka Prody ( Program Study) baru yaitu Fakultas Kedokteran.

Sebut saja IPB, ITS, UPI dan masih banyak lainnya .

Menurut dekan Fakultas Unissula Semarang, Indonesia memang masih kekurangan dokter karena rasionya satu dokter masih melayani 2.500 orang, padahal idealnya satu dokter melayani 1000 orang.

Menurut saya, kita tidak hanya kekurangan dokter tetapi juga kualitas dokter.

Dengan dibukanya banyak Fakultas Kedokteran baru, mungkin secara kuantitas akan meningkat tetapi secara kualitas berpotensi makin hancur.

Andai kualitas lulusan Fakultas Kedokteran makin hancur maka ini akan berdampak pada pelayanan kesehatan masyarakat yang juga berpotensi makin .

Saya mencoba mencari tahu siapa yang punya ide menghapuskan moratorium pembukaan Fakultas Kedokteran yang diberlakukan sejak 2016 oleh i Dikti karena. Saat itu ada 32 Fakultas Kedokteran swasta yang tingkat kelulusannya dibawah 60 %, bahkan ada yang hanya 16 %.

32 Fakultas Kedokteran tersebut juga dilarang untuk menerima mahasiswa baru, sampai mereka terbukti bisa meningkatkan mutu pembelajarannya.

Kalau kemudian karena kekurangan tenaga dokter juga menyadari kualitas lulusan yang belum memuaskan, malah diperbanyak lulusannya, bukankah ini malah bisa berbahaya.

Mengapa tidak dimaksimalkan dulu Fakultas Kedokteran yang ada dengan meningkatkan mutu sehingga paling tidak bisa bersaing dengan negara lain di regional kita, baru setelah tercapai, bisa memperbanyak lulusan dengan standar yang sudah baik.

Memang dalam UU Pendidikan dokter No 20/2013, pasal 36 ayat 1 mensyaratkan bahwa semua dokter yang telah lulus pendidikan harus s uji kompetensi yang diselenggarakan oleh Kolegium Dokter Indonesia untuk dapat menjalankan profesi dokternya.

Menurut saya, aturan ini adalah aturan yang ambigu.

Sangat tidak masuk di akal bagaimana seorang dokter yang sudah menjalni pendidikan di Fakultas yang sudah diakui secara resmi oleh Pemerintah dan sudah menjalani ujian sehingga lulus, masih harus menjalani uji kompetensi oleh institusi lain.

Aturan ini juga menimbulkan pertanyaan tentang biaya yang timbul dan kemungkinan penyimpangannya.

Bukankah ini sangat merendahkan Fakultas Kedokteran tempat belajar sang dokter?

Kembali pada pembukaan Prody Fakultas Kedokteran di banyak Universitas yang terjadi saat ini, beberapa Universitas terlihat begitu menggebu-gebu dan alasannya meurut saya cenderung melakukan logika cocoklogi.

Kita ambil contoh IPB.

Sesuai dengan namanya yaitu Institut Pertanian Bogor, sudah selayaknya IPB berfokus pada sektor pertanian dan turunannya.

Memang di IPB sudah lama ada Fakultas Kedokteran Hewan, yang menurut saya masih sejalan karena selama ini pertanian dan peternakan disatukan dalam satu departemen.

Rektor IPB Prof. Arif Satria mengatakan bahwa yang akan dibangun di IPB adalah Kedokteran Agromaritim, yang maksudnya mengedepankan pengobatan dengan memanfaatkan keaneka-ragaman hayati kita yang melimpah.

Menurut saya kalau yang dimaksud seperti itu, akan lebih layak bila IPB membangun fakultas Farmasi dan kemudian melakukan penelitian tentang kegunaan keaneka-ragaman hayati kita untuk dimanfaatkan semaksimal mungkin dalam sektor kesehatan.

Apabila diperlukan uji klinis, maka nantinya IPB bisa bekerja-sama dengan salah satu fakultas kedokteran yang ada, dan saya yakin BRIN juga akan bisa memfasilitasi.

Kalau kemudian yang dibangun adalah Fakultas Kedokteran, maka pertanyaan saya. Siapa yang layak menjadi dosennya, karena sebagaimana kita tahu hampir seluruh dokter di Indonesia mempunyai acuan pengobatan barat.

Mungkin juga karena itu Universitas Indonesia menolak permintaan IPB untuk menjadi pengampu Fakultas Kedokteran yang akan dibuat IPB, sehingga akhirnya IPB mendekati dan mendapatkan Universitas Pajajaran (Unpad) sebagai pengampunya.

Apakah para Universitas yang membuka Prody Fakultas Kedokteran itu hanya melihat dari sisi potensi ekonomi yang bisa didapat saja atau karena alasan lain, biarlah waktu yang akan membuktikan.

Memang, dokter masih menjadi profesi idaman bagi banyak masyarakat Indonesia.

Menurut saya, lebih baik Kementrian Pendidikan memaksimalkan yang sudah ada dengan alokasi anggaran yang cukup untuk mereka bisa meningkatkan kualitasnya sehingga bisa bersaing dengan negara tetangga kita.

Apakah fenomena masyarakat Indonesia yang lebih percaya akan institusi kesehatan di negara tetangga akan dibiarkan saja?

Bagaimana menurut teman-teman?

Salam Seword, Roedy S Widodo.

Sumber :

https://fkunissula.ac.id/node/403#:~:text=Saat%20ini%20menurutnya%2C%20di%20Indonesia,ada%20di%20PTN%20dan%20PTS

https://kaltimpost.jawapos.com/nasional/12/09/2022/pembukaan-moratorium-fk-kualitas-mutu-harus-diperhatikan

https://kampus.republika.co.id/posts/109183/fakultas-kedokteran-ipb-akan-fokus-pada-agromaritim-dan-biomedicine