Umum

Asmara, Perselingkuhan, dan Ketidakseimbangan Pemberitaan di Negeri Ini.

Widodo SP 2 years ago 384.0

Sejak saya masih kecil, dengan bacaan masih berupa media cetak dalam bentuk koran, tabloid, dan majalah, topik seputar percintaan menjadi yang paling menarik minat pembaca, termasuk di dalamnya soal perselingkuhan.

Saya cermati begini: semakin terkenal orang yang diduga (apalagi terbukti) terjerat dalam perselingkuhan, semakin ramailah sambutan dari masyarakat (pembaca), yang berimbas pada meledaknya oplah media cetak itu, melebihi jumlah cetakan pada hari-hari biasanya.


Nah, semakin ke sini rupanya topik perselingkuhan juga masih belum kehilangan peminat. Malah semakin lama kisahnya semakin seru dengan berbagai variasi yang muncul, dengan melibatkan beragam kalangan, mulai dari "orang biasa" hingga kalangan orang berpengaruh.

Sebutan "pelakor" alias perebut laki orang pun menjadi kosakata yang cukup dikenal bagi mereka yang berminat dengan topik seputar asmara dan perselingkuhan. Meski sebenarnya saya tidak setuju jika misalnya ada pria beristri "direbut" wanita lain, maka seratus persen si wanita pelakor itu yang dianggap bersalah.

Bukankah tidak ada asap kalau tidak ada api? Bukankah kalau cinta bertepuk sebelah tangan, maka kecil kemungkinan terjadi jalinan asmara antara pria yang beristri dengan wanita lain?


Nah, bicara soal peran media dalam membesarkan topik perselingkuhan, bagi saya sudah termasuk kebablasan. Apalagi jika nantinya orang yang misalnya terlibat perselingkuhan, lalu rumah tangganya bubar dan mereka menikah lagi dengan orang lain (yang dianggap lebih baik), masih jadi pemberitaan lanjutan mirip drama berseri.

Masalah rumah tangga yang seharusnya sedapat mungkin ditutup, agar jangan sampai aibnya terbongkar, eh malah terungkap ke publik dan menjadi santapan para masyarakat (terutama warganet), yang lantas seperti merasa diberi hak buat menghakimi, menilai, atau turut campur dalam masalah rumah tangga orang lain.

*"Lha salahnya sendiri kok diumbar ke publik!" kata sebagian orang menimpali.

Ya, ada benarnya juga sih. Apalagi warganet kita kan dikenal super kepo dan merasa berhak mencampuri urusan rumah tangga, bahkan dari sosok pesohor yang mungkin sama sekali nggak pernah dikenal seumur hidup.


Mirisnya, kondisi ini tidak dibarengi dengan upaya menebarkan informasi penyeimbang, yang jauh lebih berguna dan bisa mendorong masyarakat untuk bertumbuh dalam karakter kesetiaan dalam berkeluarga.

Silakan tanyakan pada para pemimpin redaksi dan pemilik media, kenapa stasiun TV mereka tidak banyak mengulas soal pasangan yang hidup bersama selama puluhan tahun, tanpa pernah sekalipun berganti pasanga? Bagaimana dengan kesetiaan seorang wanita yang merawat suami yang berjuang melawan penyakit kronis menahun?

Bagaimana dengan talkshow membahas soal penyelesaian masalah keluarga, yang kalau dijabarkan topiknya dengan segala variasinya, rasanya tak kalah menarik dibandingkan topik soal perselingkuhan atau pernikahan yang bubar jalan?


Sekian ulasan saya kali ini. Semoga pembahasan dengan topik nggak biasa ini bisa memberi insight baru bagi pembaca.

Begitulah kura-kura...