Sport

Mampukah Si Nyonya Tua Melawan Dominasi Duo Milan.

Hardiyanto 2 years ago 197.0

Musim 2021/22 berakhir dengan menyedihkan bagi Juventus. Memang Si Nyonya Tua masih mampu meraih satu tiket ke Liga Champion karena finis di urutan empat. Namun posisi empat liga, runner-up Coppa Italia serta tersingkir di fase 16 besar UCL jelas bukan pencapaian yang membanggakan. Musim lalu Juventus mengakhiri musim tanpa meraih satupun gelar yang tersedia. Itu merupakan pencapaian terburuk sejak musim 2011/12. Selama satu dekade terakhir Juventus selalu meraih setidaknya satu gelar. Bahkan ketika diasuh oleh Andrea Pirlo yang dianggap sebagai guru penjas, Juventus masih mampu meraih gelar Coppa Italia.

Di tengah kemunduran yang dialami oleh La Vecchia Signora, dua Milan justru mendominasi kompetisi di Italia. Inter Milan meraih gelar scudetto musim 2020/21 serta Coppa Italia 2021/22. Sedangkan AC Milan mampu meraih gelar juara Serie A musim 2021/22. Bisa dibilang dua musim terakhir kota Milan menguasai Italia, menggantikan dominasi Juventus 9 musim sebelumnya. Juventus sendiri terlihat kepayahan mengejar kedua rivalnya tersebut. Juve yang sekarang bukanlah Juve yang dulu. Juve yang sekarang adalah Juve yang bapuk, lemah dan ringkih.

Melihat kondisi yang ada, manajemen Juventus jelas tidak tinggal diam. Manajemen berupaya melakukan segala cara untuk memperbaiki keadaan. Dukungan total diberikan manajemen kepada allenatore Max Allegri. Meski dianggap gagal oleh banyak pengamat, Allegri tetap dipertahankan oleh manajemen untuk menjadi nahkoda tim. Proses perbaikan yang sudah dilakukan musim lalu kembali diteruskan oleh manajemen musim ini. Selain mendatangkan pemain yang cocok dengan strategi pelatih, manajemen juga melakukan bersih-bersih di ruang ganti. Pemain yang dianggap menjadi beban tim satu per satu dilepas.

Lalu bisakah Juventus mengejar ketertinggalannya dari duo Milan. Jawabannya jelas bisa. Namun ada beberapa persyaratan yang musti dipenuhi oleh Juventus. Yang pertama adalah sabar dalam menjalani progress perkembangan tim. Juventus harus belajar dari pengalaman sebelumnya dimana mereka melakukan tiga kali pergantian pelatih dalam tiga musim. Itu menunjukkan ketidaksabaran manajemen dalam menjalani proses yang ada. Pergantian pelatih yang terlalu sering berdampak buruk bagi tim. Pemain musti beradaptasi dengan kehadiran pelatih baru. Belum lagi jika pemain yang ada tidak cocok dengan strategi yang ingin diterapkan pelatih. Musim lalu Allegri memang harus diakui gagal. Namun itu tidak sepenuhnya menjadi kesalahan Allegri. Stok pemain yang ada memang tidak cocok untuk menerapkan ide bermain yang diinginkan Allegri yang bersifat pragmatis. Ini terjadi karena tim sebenarnya dibentuk untuk mengikuti gaya bermain Sarri atau Pirlo yang lebih mengedepankan penguasaan bola. Jadi manajemen harus lebih sabar. Mungkin musim depan masih akan menjadi masa adaptasi, namun saya yakin jika musim berikutnya Juventus bisa kembali bersaing untuk mendapatkan gelar.

Yang kedua yaitu merombak tim. Selain tidak cocok dengan gaya main pelatih, skuad Juventus memang lemah di berbagai sektor. Mereka seolah terlena dengan kesuksesan 9 musim beruntun sehingga lupa meregenerasi tim. Saat ini skuad Juve memang bapuk. Banyak pemain yang performanya menurun, namun masih dipertahankan. Ironisnya Juve harus mengeluarkan biaya yang tidak sedikit untuk biaya transfer dan gaji. Perombakan skuad perlu dilakukan, selain untuk memperkuat tim juga untuk menyeimbangkan neraca keuangan. Saat ini belum ada transaksi penting yang dilakukan oleh manajemen. Belum ada pemain baru yang masuk. Namun bukannya manajemen tidak bekerja. Manajemen saat ini justru kembali kepada kebijakan era Marotta yang mengedepankan transfer murah tapi efektif. Andrea Cambiasso, Raul Bellanova, Filip Kostic, Nicolo Zaniolo adalah nama-nama yang akan didatangkan manajemen. Bukan pemain bintang, relatif murah namun bisa jadi berguna bagi tim. Ini mengingatkan kita akan transfer Stephan Lichsteiner, Kwawdo Asamoah, Arturo Vidal atau Sami Khedira yang irit namun berdampak besar bagi tim.

Syarat ketiga yaitu membangun organisasi yang solid. Ini sempat ditunjukkan Juve semasa mendominasi Serie A selama 9 musim. Organisasi manajemen saat itu sangat solid. Beppe Marotta yang didukung Pavel Nedved dan Andrea Agnelli menjadi salah satu faktor yang membuat Juve bisa tahan lama bertahta di Italia. Namun kekalahan dari Real Madrid di final UCL 2017 menjadi awal keretakan dari manajemen tim yang akhirnya berakibat penurunan prestasi tim. Saat ini Andrea Agnelli masih menjadi Presiden Juventus. Sedangkan peran yang dulu dipegang oleh Marotta sekarang dijalani oleh Federico Cherubini. Untuk Pavel Nedved ada isu yang beredar dia akan masuk kedalam agensi Mino Raiola dan posisinya akan digantikan oleh legenda Juventus Allesandro Del Piero. Siapapun yang nantinya akan masuk ke jajaran manajemen perlu bekerjasama dengan baik dan membangun tim manajemen yang solid.

Juventus memiliki habitat di papan atas Serie A. Mereka terbiasa bersaing di jalur juara setiap musimnya. Apa yang terjadi dua musim terakhir menunjukkan perlu adanya perubahan di tubuh La Vecchia Signora. Sejauh ini sudah ada kebijakan baru yang diambil. Manajemen harus bertahan pada progress yang sudah berjalan. Perubahan yang terlalu drastis akan membuat manajemen kembali ke awal. Bagi para rival bersiaplah menghadapi Juventus yang baru, Juventus yang lebih muda dan kuat. Si Nyonya Tua akan kembali bangkit dan berkuasa.