Sport

Heboh Kasus Jordi Amat, Perlukah Nasus Jordi Amat, Perlukah Naturalisasi Berlanjut.

Hardiyanto 2 years ago 453.0

Sebuah berita mengejutkan hadir di pekan ini. Sayangnya bukan berita yang menyenangkan bagi netizen bola di Indonesia. Jordi Amat yang menjadi salah satu pemain proyeksi naturalisasi coach STY resmi bergabung dengan klub Malaysia Johor Darul Takzim. Tak ayal berita itu menghadirkan pro dan kontra di kalangan netizen Indonesia. Ada yang mendukung, biasa saja, namun banyak pula yang kecewa, bahkan menghujat keputusan Jordi Amat. Desakan untuk membatalkan proses naturalisasi Jordi Amat muncul ke public. Bahkan sudah muncul petisi untuk itu. Lebih runyam lagi ketika ini berlanjut ke ranah politik. Ketua Komisi X DPR-RI ikut bersuara setuju jika naturalisasi Jordi Amat distop. Kerumitan ini muncul ketika semua orang ikut bersuara karena merasa memiliki hak bicara. Sementara itu coach STY yang meminta proses naturalisasi ini masih belum bersikap. Akan lebih baik jika kita menunggu statement resmi dari STY.

Pertanyaan yang muncul berikutnya adalah perlukah proses naturalisasi ini dilanjutkan. Sebelum menjawabnya, baik jika kita melihat ilustrasi berikut ini. Melihat sejarahnya, harus diakui jika naturalisasi merupakan salah satu cara PSSI untuk mengatrol prestasi timnas Indonesia. Maklumlah, di era 2000an prestasi timnas mulai mengalami kemunduran. Dimulai sejak tahun 2010 ketika PSSI di bawah rezim Nurdin Halid menaturalisasi Christian Gonzales dan Irfan Bachdim. Berikutnya muncul nama-nama Jhonny van Beukering, Tonny Cussell, Victor Igbonefo, Greg Nwokollo, Stefano Lilipaly, Bio Paulin dan Beto Goncalvez. Nama-nama tersebut menghiasi skuad timnas dalam satu dekade terakhir.

Kesuksesan Indra Sjafrie dengan tim mudanya di level U16 dan U19 sempat membuat naturalisasi berhenti sementara. Nama-nama pemain muda seperti Evan Dimas, Ilham Udin, Hansamu Yama, Zulfiandi dkk sedikit memberikan secercah harapan. Namun mentoknya prestasi ketika naik ke level senior kembali membuat pecinta bola kita gerah dan usulan naturalisasi kembali mencuat. Terlebih setelah STY memegang kendali timnas Indonesia. Melihat kenyataan rendahnya kualitas pemain timnas, STY secara khusus meminta PSSI memanggil pemain naturalisasi. Namun berbeda dengan era sebelumnya, STY hanya memfokuskan pada pemain yang memiliki garis keturunan Indonesia. Karena itulah Elkan Baggott didatangkan dari Inggris dan trio pemain belakang Sandy Walsh, Jordi Amat serta Shayne Pattynama diloby langsung oleh STY.

Jika melihat prestasi timnas setelah masuknya pemain naturalisasi, belum ada gelar juara prestisius yang diraih oleh timnas. Di ajang Piala AFF misalnya, prestasi terbaik timnas hanyalah runner-up pada edisi 2010, 2018 dan 2021. Untuk ajang Piala Asia dan Piala Dunia lebih miris. Kita selalu gagal di babak kualifikasi. Barulah di era STY ini Indonesia kembali lolos ke Piala Asia untuk edisi 2023 nanti. Harus diakui memang belum ada hasil maksimal yang dicapai. Namun setidaknya pemain naturalisasi ini memberikan persaingan ekstra sehingga pemain lokal musti berjuang lebih keras untuk mendapat tempat di timnas. Terkhusus era STY ini, timnas sudah menunjukkan progress peningkatan meski performa tim masih naik turun. Oleh karena itu dukungan untuk proses naturalisasi terus mengalir.

Namun situasi yang terjadi pada Jordi Amat membuat proses naturalisasi kembali memicu perdebatan. Beberapa pihak yang sedari awal memang menolak naturalisasi muncul dengan suara penolakan yang lebih keras. Menjawab pertanyaan sebelumnya, saya berpendapat jika proses naturalisasi masih layak untuk diteruskan. Terlebih di era STY ini memang dilakukan lebih selektif. Harus diakui secara umum kualitas pemain lokal masih tertinggal dibandingkan dengan negara tetangga seperti Thailand atau Vietnam. Memang kita banyak memiliki pemain dengan kecepatan dan kemampuan dribel cukup baik. Namun jika melihat keseleruhan aspek, pemain kita lemah dalam hal teknik dasar seperti mengumpan dan menendang. Belum lagi soal fisik, khususnya stamina yang dibawah rata-rata. Terakhir soal mentalitas, visi bermain, pemahaman taktik serta semangat dan motivasi dalam bermain yang banyak disuarakan oleh beberapa pengamat.

Untuk bisa bersaing di level Asia saja, setidaknya kita perlu pemain selevel Chanatip Songkrasin, Terasil Dangda, Teerathon Bunmathan, Nguyen Quang Hai atau Irfan Fandi. Nama-nama tersebut merupakan pemain level top untuk wilayah Asean. Chanatip dana Teerathon Bunmathan misalkan memperlihatkan kemampuan bersaing di level top Asia. Nguyen Quang Hai baru-baru ini mendapatkan kontrak bersama Pau FC di Ligue 2 Prancis. Terasil Dangda seperti CR-nya Asean, berumur tapi tetap konsisten. Irfan Fandi memiliki segudang pengalaman di Eropa sejak usia dini. Jika boleh jujur belum ada pemain kita yang berada pada level seperti mereka. Asnawi, Witan, Egy dan Marselino Ferdinan memang mulai ke arah sana, namun belum berada di level yang sama dengan pemain-pemain tadi. Untuk mengurangi gap itulah pemain naturalisasi diperlukan. Berbekal kemampuan dasar yang baik, dikombinasikan dengan fisik mumpuni dan soft skill yang cukup, pemain naturalisasi bisa mengerek prestasi timnas Indonesia.

Terkhusus untuk Jordi Amat, saya menyarankan jika proses naturalisasinya tetap dilanjutkan. Memang banyak yang kecewa dengan pemilihan karir sang pemain untuk berlaga bersama JDT. Saya sendiri meyakini jika Jordi Amat masih cukup layak bermain di Eropa meski usianya sudah masuk kepala tiga. Jika tidak di Eropa ya minimal di Jepang, Korea, Cina atau Arab Saudi masih okelah. Namun kita juga wajib menghormati pilihan Jordi Amat. Pasti ada pertimbangan tersendiri sebelum memilih JDT. Toh JDT sudah masuk kategori elit di Asia. Dengan kemapanan finansial yang dimiliki, infrastruktur yang lengkap dan iklim persaingan elit level Asia, saya masih yakin Jordi Amat tidak akan menurun di JDT. Masih ada kontribusi yang bisa diberikan bagi timnas.

Pendek kata, program naturalisasi masih memberikan banyak manfaat bagi perkembangan sepak bola nasional. Terlebih jika melihat belum adanya revolusi program dan kebijakan PSSI dalam mengelola sepakbola nasional. Sandaran terakhir kita untuk meningkatkan sepakbola nasional ya naturalisasi itu.

Tanpa itu sulit bagi kita untuk melihat timnas kita berprestasi maksimal. Yang ada hanyalah kegagalan yang selalu berulang dari waktu ke waktu.