Bangunan megah itu disebut mahakarya
yang seolah tanpa kelemahan
dan sempurna adanya.
Paling tidak itulah yang terus digambarkan
oleh orang yang berusaha menaikkan citra
sebagai seorang yang berhasil menghasilkan karya besar
dan mempunyai standard internasional katanya.
Rupanya di balik kemegahan yang ada
tersimpan banyak kelemahan mendasar
yang tidak sesuai dengan nilai uang yang dikeluarkan.
Kelemahan itu sangat nampak terlihat
dan disampaikan berulang-ulang secara bergantian
oleh berbagai orang yang mempunyai kepentingan
untuk menggunakan sang bangunan megah.
Sayangnya, orang yang merasa menjadi bintang,
yang meyakini bangunan itu sebagai mahakarya,
tidak peduli dengan kritikan, bebal
dan merasa bahwa semuanya baik-baik saja.
Bangunan itu dianggap sudah sempurna
dan tak perlu perbaikan.
Berbagai kelemahan yang disampaikan
hanya dianggap sebagai upaya menjelekkan dirinya belaka.
Sekarang, bangunan megah itu hendak diperbaiki
agar siap digunakan dan jadi lebih baik
sehingga tidak mempermalukan satu negeri
saat menggelar perhelatan tingkat dunia akhir tahun ini.
Tetapi apa yang terjadi?
Perbaikan dianggap sebagai upaya politik
untuk menjegal orang yang sejak awal tak tahu diri
karena terus menggunakan bangunan itu sebagai upaya glorifikasi
untuk menaikkan citra diri demi sebuah kontestasi.
Orang inilah yang harus disalahkan
jika sekarang bangunan megah triliunan itu perlu perbaikan.
Salahkan dia yang terlalu berlebihan memuji dirinya
dan tidak peduli dengan para pendahulu dan penggagas.
Salahkan dia yang mencitrakan bangunan megah mahakarya
seolah tidak mempunyai kelemahan.
Salahkan dia yang tidak pernah peduli dengan kritikan
sehingga tidak pernah melakukan perbaikan.
Salahkan dia yang hanya membangun asal megah
dengan nilai triliunan
tetapi tidak sesuai dengan peruntukannya.
Salahkan dia karena penuh dengan kebohongan.
Jika sekarang citranya hancur dan dianggap pemimpin gagal,
itu karena kesalahannya sendiri yang penuh dengan pencitraan.