Ini kisah seorang pendusta
yang tidak pernah puas menyebarkan kebohongan
demi mengangkat citra dirinya,
agar semakin banyak orang memberi dukungan
untuk menjadi seorang pimpinan di sebuah negeri yang besar
dan terkenal dengan keberagamannya.
Dia lihai merangkai kata
untuk membuat dustanya begitu enak didengar
sehingga terbuailah telinga banyak orang
karena istilah-istilah yang tidak biasa
meskipun hampir semua hanya sekedar ucapan,
tanpa fakta, tanpa kebenaran.
Tutur katanya manis tanpa cacian
sehingga orang pun terpesona
dan berpikir bahwa dia seorang terpelajar
yang mempunyai segudang kemampuan
untuk menjalankan pemerintahan,
tanpa sadar semua kosong belaka.
Dustanya terbukti hebat
ketika dia berhasil menjadi pemenang
dengan janji-janji yang tidak masuk akal
tetapi terkesan menarik saat disampaikan,
tidak lupa dibalut dengan isu agama
yang digaungkan oleh para pendukungnya.
Dia pun menjabat dengan percaya diri
seolah mampu menepati setiap janji
yang diucapkannya untuk menarik hati para pemilih
meski satu per satu kebohongannya terbukti
karena janjinya tidak terpenuhi
hingga masa jabatannya berakhir.
Dia janjikan rumah tapak murah
tetapi yang ada adalah bangunan vertikal.
Dia ubah kebijakan untuk atasi air yang meluap
tetapi kotanya menjadi kolam seperti yang dijanjikannya.
Dia banggakan stadion mahakarya
tetapi penuh kekurangan
dan tim besar yang dijanjikannya akan berlaga
tak pernah datang.
Meski fakta terbuka dan sangat jelas,
dia tidak pernah merasa gagal.
Kemana-mana dia menyampaikan keberhasilan
dan tawaran untuk adu gagasan dan karya
meskipun dia menggunakan pola yang sama
yakni berdusta untuk citra dirinya.
Dustanya sudah terlanjur banyak
sehingga dia sulit untuk berubah.
Rakyat biasa, artis bahkan mantan pejabat
pernah terlena dan menjadi korbannya.
Tidak ada lagi yang bisa dilakukannya
selain kembali berdusta untuk menutupi dustanya.
Entah apa yang sebenarnya dia inginkan
karena di tengah kemajuan dunia
yang gampang mencari ribuan fakta,
dengan mudah dia mengucapkan dusta,
tanpa takut ketahuan dan rasa bersalah
karena terus diulang tanpa lelah.
Dia bermimpi menjadi seorang pemimpin
tetapi dia hanya menjual mimpi-mimpi
yang terus digaungkan tanpa henti
oleh para pendukungnya yang tanpa kode etik
karena menjual kepalsuan tanpa takut sanksi
dengan fakta-fakta semu yang sudah diedit.
Tiada lagi yang percaya pada dirinya
karena sulit mencari kebenaran pada perkataannya.
Mungkin sebaiknya dia berkaca dan berkata,
"Berhentilah berdusta!"