Politik

Tudingan SBY Indikasikan Dia Kalah Sebelum Bertempur.

Ruskandi Anggawiria 2 years ago 1.2k

Perang opini telah mulai mencapai klimaksnya, mungkin itulah kalimat yang tepat untuk menggambarkan suasana panas jelang kontestasi politik, khususnya antara SBY versus PDIP.

Dalam pidato politik di rakernas Partai Demokrat, tanggal 15 September 2022 di gedung JCC, SBY menebar tudingan. Tak pelak pernyataan tendensius itu direspon oleh sekjen PDIP, Hasto Kristiyanto dengan pernyataan tak kalah vulgarnya.

Kita memaklumi jawaban pedas dari Hasto, cukup beralasan baginya merasa terusik oleh sosok yang seharusnya tidak terlalu dalam mengurusi politik praktis, namun karena tampaknya punya misi khusus, dengan ringan pula menyikut ke kiri dan ke kanan.

Manuver politik Partai Demokrat sepertinya belum beranjak dari sikap childish yang bahkan diwariskan kepada sang penerus. Seolah tak sadar bahwa dirinya selalu disorot, baik oleh kompetitor maupun publik, alih-alih memberi sinyal baik justru menambah persepsi tak elok di mata publik.

Jika SBY dan partai Demokrat tak beranjak dari tradisi “merajuk” seperti itu, yakinlah akan tiba saatnya ketika para konstituen yang paling setia pun akan merasa gerah. Bagaimana tidak, sebagai mantan penguasa dia seperti membuka aib diri sendiri ketika menuding pemerintah, meskipun tak disebutnya secara langsung, berlaku batil kepada pihaknya, yang boleh jadi merupakan kebiasaan dirinya semasa berkuasa.

Rekam jejak SBY semasa berkuasa demikian terbukanya sehingga siapa saja mudah membaca, bagaimana inkonsistensi masa itu secara massif ditunjukkan. Ada narasi yang sangat popular kala partai penguasa ketika itu mengkampanyekan pihaknya anti korupsi. Slogan “Katakan tidak pada korupsi” menjadi senjata makan tuan mana kala satu demi satu kadernya dicokok KPK.

Lebih jauh lagi, proyek raksasa komplek Hambalang seakan-akan menjadi symbol abadi bagi SBY, karena proyek mangkrak itu disinyalir menjadi terbengkalai karena tersedot praktek korupsi para penguasa ketika itu yang tak lain adalah kader-kader partai Demokrat.

```youtube

gCfdgCj8YfM


Ada berita menarik yang jika ditelisik, sangat terkait dengan mega korupsi e-KTP di tahun-tahun partai Demokrat berkuasa. Ada pesan penting dari berita tersebut, khususnya untuk Partai Demokrat. Boleh jadi mencuatnya kembali kasus masa lalu itu dipicu oleh tudingan SBY tadi. Dan jika SBY masih tergelitik untuk bermanuver ala filem koboi, boleh jadi akan memicu kasus-kasus lain yang belum terungkap semasa dirinya berkuasa.

Tapi bisa jadi hal sebaliknya justru yang dipikirkan SBY, misalnya dia berharap kasus-kasus yang memojokkan pemerintah lah yang akan mencuat seiring tudingannya itu. Bagaimanapun semua hal bisa terjadi, yang baik maupun yang buruk, sama halnya dengan romantika kehidupan yang serba misterius.

Namun lagi-lagi kita berimaginasi tentang berbagai kemungkinan di balik pesan menohok itu. Kalimat yang mengandung pesan tendensius tentang kedzoliman kepada dirinya, seperti menganalogikan pemerintah sekarang dengan semasa dirinya berkuasa, praktik-praktik kotor yang barangkali terbiasa di masa lalu, ditengarai akan terjadi juga saat ini.

Memang tak nyaman jika kita memiliki masa lalu yang terang benderang, namun dengan sikapnya sendiri rekam jejak itu kembali diumbar. Adalah cara yang elegan jika kita percayakan kepada mereka yang memiliki otoritas, untuk menangani semua kasus secara proporsional. Jangan sampai cara dirinya menyelesaikan suatu persoalan, dengan cara yang sama dia bayangkan orang lain melakukannya.

Dengan menebar tudingan yang masih sumir, apa lagi bagi seseorang yang harus menjaga citra dirinya tetap terhormat, rasanya sangat berlebihan jika untuk melampiaskan kekecewaan, dia justru menambahnya dengan masalah baru. Demikian barangkali yang perlu kita cermati sebagai hikmah yang bisa kita sikapi.

Bahwa sesuatu yang bagi kita terasa biasa, dan kerap kita lakukan, jangan anggap setiap orang melakukannya. Cara merespon terhadap masalah yang dihadapi, bagaimanapun sangat tergantung kepada bagaimana pengalaman dan pengetahuannya. Jangan pula anggap moral orang lain sama dengan dirinya.

Lebih jauh lagi, dunia ini terus berkembang, bukan waktunya kita menganggap teknologi masa lalu masih dipertahankan. Tak elok rasanya jika kita masih seperti katak dalam tempurung, sehingga menganggap orang lain sama terbatasnya, tak banyak paham tentang kecurangan lontestasi politik.