Politik

Semoga Kasus Edy Mulyadi Mengubah Cara Berpolitik di Negeri Kita, tapi Apa Mereka Mau?.

Widodo SP 2 years ago 0.0

Edy Mulyadi pasti tidak bisa tidur beberapa hari ini, juga beberapa hari ke depan sebelum dia memenuhi tuntutan hukum adat dari masyarakat Kalimantan yang kadung tersulut amarahnya mendengar hinaan yang disampaikan eks caleg dari PKS itu.

Isi hinaannya, kita sudah pada tahulah ... yang jelas merendahkan masyarakat Kalimantan, yang hari-hari ini sedang sibuk mempersiapkan diri untuk menjadi daerah yang lebih baik sejak Presiden Jokowi memutuskan memindahkan Ibu Kota negara dan pusat pemerintahan ke sana, yang berlaku efektif per 2024 nanti.


Apa yang dilakukan Edy Mulyadi ini, kalau kita ingat fenomena politik di negeri kita beberapa tahun belakangan ini, sebenarnya bisa dibilang punya pola khas, dengan muatan komentar berisi hinaan dan merendahkan pihak lain, tak jarang diselipin unsur SARA, hingga menyerang ciri-ciri fisik seseorang.

Nantinya kalau ucapan atau komentar mendapat reaksi keras, tinggal minta maaf lalu berharap publik (netizen) melupakan, karena akan disambung dengan kasus baru yang tak kalah serunya, meski polanya tetap sama alias ya gitu-gitu aja!

Kalau sampai tertangkap atau ditangkap karena aea yang melaporkan ke polisi, jurus yang mengarah pada tudingan memberangus kebebasan berbicara hingga kriminalisasi ulama pun siap dipakai, dengan pola yang gitu-gitu juga. Kita yang menyaksikan fenomena ini kadang jadi kesel dan geram, tapi gak bisa bikin apa-apa kecuali menyindir perilaku dari kelompok yang seolah menjadi pemilik negara ini dan bisa berbuat semaunya,.yang terkadang (atau sering kali?) tanpa konsekuensi hukum atau sanksi sosial apa pun.

Pada sisi lain, tentu kepolisian akan kehabisan waktu kalau harus menangani masalah-masalah semacam ini, dimana kalau semua pelaku dibui maka penjara mana yang akan mampu menampung para tahanan itu nantinya? Jelas tidak mungkin!

Akan tetapi, membiarkan manusia-manusia provokatif, suka merendahkan, bahkan menghina orang lain itu tetap berperilaku begitu, sama seperti menaruh api dalam sekam, dimana tinggal tunggu waktu saja buat membakar amarah masyarakat (termasuk netizen), lalu menjadi aksi nyata yang bisa berujung pertikaian,ingga aksi-aksi lain yang mungkin tidak kita harapkan. Chaos pun bisa terjadi loh!


Kondisi itulah yang mungkin sempat membuat Edy Mulyadi merasa bisa seenaknya berkomentar soal pemindahan Ibu Kota, yang disertai blunder hinaan kepada warga Kalimantan, yang sayang sekali tidak bisa ditarik lagi oleh Bung Edy. Menyesal? Kok rasanya nggak begitu ya, kalau saya mengikuti pemberitaan soal permintaan maafnya? Terkesan hanya formalitas tanpa ada kesungguhan, bukti bahwa seseorang melakukan kesalahan fatal dan berharap masih ada sedikit pintu maaf yang masih bisa dibuka.

Namun, kali ini Edy salah persepsi, sesalah-salahnya orang salah, karena menyangka bahwa orang Kalimantan akan diam saja atau sekadar protes biasa, lalu masalah akan dilupakan begitu saja.

Sebagian opini bahkan sangat liar beredar dengan menyebut bahwa jika Bung Edy tidak segera hadir memenuhi undangan penyelesaian hukum adat di Kalimantan, maka tak ada yang bisa menjamin apa yang akan terjadi kepadanya. Mati mendadak pun dianggap sebagai hal yang tidak mustahil jika memang dirasa perlu diambil tindakan begitu.

Tifatul Sembiring, yang biasanya sok jago pun dibuat ngeper karena sempat membela Edy Mulyadi, dengan menyebut bahwa ada kemungkinan media memelintir pernyataannya soal pembelaan terhadap perkataan Edy, dengan kesan seolah-olah kata-kata hinaan itu adalah perkara biasa. Takut juga kau, ya?


Akhirnya, menarik sekali menantikan kelanjutan nasib Edy Mulyadi selanjutnya. Apakah dia berani memenuhi tuntutan hukum adat, lalu dengan gentle juga menghadapi potensi hukuman berat sesuai ketentuan hukum di Indonesia, sama seperti keberanian yang ditunjukkannya saat menghina Kalimantan, yang disebut sebagai lokasi jin buang anak itu?

Membaca gelagatnya, kok sepertinya orang ini masih akan cari perlindungan ya, bahkan kalau memungkinkan akan mengemis bantuan Pak Jokowi sebagai harapan terakhirnya.

Harapan saya, kasus hinaan Edy Mulyadi ini semoga menyadarkan siapa pun yang berpolitik dan menjadi oposisi dengan cara "brutal" lalu mulai belajar menjadi lebih elegan dalam berpolitik, dengan ujian awal ajang Pilkada dan Pilpres 2024, tapi ... apa bisa dan apa mau mereka?

Begitulah kura-kura...