Politik

Sehina-hinanya PKS Masih Lebih Hina NasDem, Ini Alasannya.

Fery Padli 2 years ago 2.1k

Mungkin banyak yang menertawakan PKS pada 2018 lalu. Lantaran partai ini punya Capres/Cawapres terbanyak di dunia yakni 9 orang sekaligus.

Lantas, siapa sajakah kader PKS yang masuk penjaringan internal untuk diusung sebagai Capres/Cawapres tersebut?

Ada Aher, Hidayat Nur Wahid, Anis Matta, Irwan Prayitno, Sohibul Iman, Salim Segaf Al-Jufri, Tifatul Sembiring, Al Muzzammil Yusuf serta Mardani Ali Sera.

Lantas, kenapa orang menertawakan langkah PKS itu?

Karena memang agak lucu.

Bayangkan saja, pada Pilpres 2014 lalu perolehan suaranya turun drastis. Dari 7,88 persen menjadi 6,79 persen.

Yang ini disebabkan oleh presidennya sendiri yakni Luthfi Hasan Ishaaq menerima suap terkait pengurusan kuota impor daging sapi di Kementerian Pertanian.

Yang mana kala itu kebetulan Menteri Pertanian-nya dijabat oleh kader PKS, Suswono.

Tidak pelak, PKS pun auto kena hukum oleh masyarakat. Dengan meninggalkannya.

Kepanjangannya yang 'Partai Keadilan Sejahtera' itu juga diplesetkan menjadi 'Partai Korupsi Sapi' oleh netizen.

Apalagi Mardani yang mempopulerkan hastag #2019GantiPresiden, semakin kencang warga dunia maya mentertawakannya.

Plus PKS punya hutang Rp 30 miliar sama Fahri Hamzah yang belum dibayarkan sampai sekarang.

Jadi, bisa saja ada yang mengatakan PKS ini partai tidak tahu diri kala itu. Lantaran di saat ada kadernya bermasalah (korupsi) malah punya Capres terbanyak sejagat raya.

Eh serendah-rendahnya dan sehina-hinanya PKS ternyata ada juga lho yang lebih rendah dan lebih hina lagi yakni NasDem.

Pertanyaannya, kenapa NasDem?

Karena partai ini tidak berani mengajukan atau menawarkan kadernya sendiri sebagai Capres.

Seperti pada Pilpres 2014, NasDem malah mendukung pencapresan Jokowi. Yang kita tahu sendiri bahwa Jokowi merupakan kader PDIP.

Alasan yang disampaikan Surya Paloh pun cukup klasik, yakni NasDem berkoalisi dengan PDIP mengusung Jokowi karena platform PDIP dan garis perjuangannya untuk melakukan restorasi bangsa sama dengan NasDem.

Ia juga mengatakan NasDem ingin memperkokoh pemerintahan Indonesia dengan sistem presidinsial.

Seribu alasan bisa dibuat. Tapi bukankan NasDem bisa memajukan Capres sendiri untuk melakukan restorasi bangsa tersebut?

Ngapain juga ngusung kader partai lain kalau kader partai sendiri ada?

Minimal ngajukan Cawapres dulu. Itu pun sudah cukup keren.

Oke-lah, kala itu (2014) NasDem masih partai baru yakni berdiri pada 2011. Jadi harap maklum belum punya Capres sendiri.

Tapi pada Pilpres 2019, tidak juga berani mengusung atau setidaknya menawarkan Capres sendiri.

Seperti tanpa bersalah, pada 2017, NasDem langsung mendeklarasikan dukungan kepada Jokowi untuk bertarung di Pilpres 2019.

Jelas hal ini etikanya kurang baik.

Kenapa?

Karena PDIP saja sebagai partainya Jokowi belum melakukan deklarasi dukungan. Eh NasDem sudah curi start duluan. Seolah-olah Jokowi itu kadernya.

Padahal bukan.

Lantas, apa tujuan NasDem mendeklarasikan dukungannya kepada Jokowi lebih awal atau lebih cepat dari PDIP tersebut?

Jelas untuk mendapatkan suara dari pendukung mantan Walikota Solo itu.

Karena Jokowi kan punya banyak pendukung. Pada Pilpres 2014 lalu saja, yang mencoblosnya nyaris 80 juta orang atau tepatnya mendapat 70.997.833 suara.

Dengan NasDem mendeklarasikan dukungan kepada Jokowi lebih awal ini, harapannya para pemilih mantan Gubernur DKI itu juga memilih NasDem.

Hahaha

Atau dengan kata lain, NasDem ingin mendapatkan coattail effect dari pencapresan Jokowi.

Atau kalau mau blak-blakan lagi, NasDem ingin merebut suara pemilih PDIP.

Tidak berhenti sampai di situ, untuk Pilpres 2024 NasDem juga lagi mencari tokoh lain untuk diusung sebagai Capres.

Untuk itu, partai ini pun melakukan penjaringan.

Awalnya sih pengen konvensi. Tapi gak jadi lantaran belajar dari konvensi Partai Demokrat pada 2013 silam yang berakhir percuma.

Dan kandidat terkuat di penjaringan NasDem tersebut adalah Anies.

Beberapa DPW pun sudah mengusulkan nama Gubernur DKI itu untuk diusung sebagai Capres. Seperti DPW NasDem Aceh dan Jabar.

Jadi 3 kali Pilpres digelar, 3 kali pula NasDem cari tokoh lain untuk diusung.

Ini sudah kayak bungan Rafflesia saja yang bergantung kepada inang (tumbuhan lain) supaya tetap bisa hidup.

Padahal jelas, partai itu didirikan tujuannya ingin berkuasa. Ingin kadernya jadi Presiden, ingin kadernya jadi Ketua DPR serta mendapatkan kursi menteri terbanyak.

Tapi kalau kerjaannya ngusung orang lain melulu, bukan kader sendiri, gak berani ambil resiko alias suka cari aman, serta jadi pengekor melulu, kapan berkuasanya ferguso?

Malu dong sama 9 nama Capres dan Cawapres PKS.