Politik

Pesan Terakhir Subono Sebelum Kembali ke Tuhannya.

Nikmatul Sugiyarto 3 months ago 1.3k

Kamu pernah dengar bukan masa akhir seseorang sering datang saat mereka melakukan hal yang menjadi kegemarannya. Ada yang meninggal ketika sujud ketika sholat, ada pula atlet yang meninggal saat bermain bulu tangkis seperti Markis Kido, ada pula penyanyi yang meninggal saat bernyanyi di atas panggung dan lain sebagainya.

 

Kali ini saya menemukan kembali saat kemarin mengikuti acara kampanye akbar Ganjar-Mahfud di Solo. Lebih tepatnya saat saya singgah di kedai fasfood, sirine ambulance berbunyi nyaring melintas di sepanjang Jl. Slamet Riyadi.

 

Saya kira hanya lewat ternyata setelah saya konfirmasi, ambulance itu mengangkut salah satu seniman yang memberikan penampilan seninya lewat peraga teater mini dengan kawan-kawannya. Namanya Blacius Subono, dosen ISI Surakarta, dalang sekaligus seorang seniman.

 

Saya baru melihat detail detik-detik hilang nyawanya di video dalam akun Instagram milik Ganjar Pranowo. Bermula berdiri tepat di belakang Ganjar, Bono tumbang dengan menubruk punggung Ganjar. Itu yang pastinya membuat heboh orang-orang di sekitar, tanpa kecuali Ganjar dan istri yang turut membantunya untuk mendapat pertolongan lebih lanjut dan berakhir hilang nyawanya.

 

Sontak saja ingatan saya terbang pada takdir insan yang meninggal saat menjalankan kegemarannya tadi. Pasalnya Bono adalah sosok pecinta seni, yang melestarikan seni budaya lewat aksi-aksinya di panggung teater hingga ruang publik seperti yang dia lakukan dalam hajatan rakyat Ganjar-Mahfud.

 

Dalam penampilan terakhirnya, Bono menyampaikan hakikat hidup, dimana derajat, pangkat dan harta benda itu hanya titipan. Dengan lantang Subono kembali menuturkan prinsip yang selama ini dipegang Ganjar dan seharusnya juga menjadi pegangan pejabat lain, bahwa

 

“Tuanmu adalah rakyat, Setinggi jabatan apapun, (jabatan) itu adalah mandat. Camkan pesan ini bahwa separuh kerusakan dunia ini, disebabkan oleh orang-orang yang merasa penting dan orang-orang yang serakah”

 

Indah sangat menyentuh relung kalbu siapapun yang mendengar orasi itu. Bono menggambarkan hal itu sebelum dia kembali pada Pemiliknya. Menurut saya itu adalah satu pesan yang harus diimplementasikan semua orang dengan baik.

 

Setelah mengutarakan pesan suci itu, dia harus pergi meninggalkan dunia yang telah memberinya kehidupan baik. Termasuk ketika dia bisa menyampaikan pesan tadi kepada calon pemimpin yang nantinya direstui oleh alam untuk menjadi presiden di bumi pertiwi kita.

 

Bagi mereka yang tidak paham runtutan sebelum Bono menghembuskan nafas terakhir, mungkin akan memframingnya dengan penilaian yang negatif dan mengandung provokasi. Padahal semua tidak lepas dari niat baik dan pesan terakhir yang dia sampaikan bagi calon pemimpin negeri ini, sekaligus amanat untuk mengingatkan pemimpin kita yang sekarang sedang menjalankan aksi penuh kontroversinya.

 

Ganjar, istri dan barisannya turut bertakziah, ikut mengantar kepergian Blacius Subono dan memberi kekuatan bagi keluarga yang ditinggalkan.

 

Semua di dunia ini milik Tuhan, termasuk jabatan, harta dan benda. Jangan sesekali mengejar yang tidak atau belum diamanahkan kepadamu. Budayawan dari Solo itu mengajarkan kita untuk berjalan sewajarnya manusia yang membawa takdir masing-masing. Rezeki dan umur milik-Nya, biarlah semua berjalan sendiri, menuntun kita pada lokasi mana saja yang sudah ditujukan untuk kita.

 

Selamat jalan Pak Bono. Terimakasih sudah mengisi dunia seni dan budaya tanah air dengan lakonmu yang menyejukkan hati. Terimakasih untuk pesan yang mengingatkan pemimpin dan calon pemimpin kita untuk mengabdi pada bangsa dan negeri ini.