Politik

Panas-dingin Hubungan Demokrat - PDIP, Isu Genderuwo Mengemuka.

Ruskandi Anggawiria 2 years ago 678.0

Entah isu apa yang meninabobokan seseorang atau sekelompok orang, sehingga dia atau mereka rela mengorbankan banyak hal untuk sesuatu yang boleh disebut fatamorgana. Barangkali hal inilah yang dimaksud Sekjen PDIP, Hasto Kristiyanto ketika merespon pernyataan pengurus pusat Partai Demokrat.

Tidak mudah memahami sesuatu yang kita pahami sebagai anomali, istilah yang secara teknis terjadi dalam proses pemanasan air yang justru bereaksi tidak seharusnya. Demikianlah yang kita jumpai di dunia politik, khususnya jelang kontestasi tahun 2024 ini.

Memerlukan analisis cukup mendalam untuk mencermati nuansa kejiwaan para elit partai, kenapa mereka seakan terhipnotis oleh karisma Anies Baswedan, sehingga ketika kabar angin yang menyebut namanya saja begitu ramai diperdebatkan. Seistimewa itu kah sosok mantan Gubernur itu?

Karena selama ini yang sering tampak di permukaan justru yang membuat banyak orang terpesona, barangkali faktor permukaan Anies memang menjadi magnet terkuat sehingga seorang tokoh partai merasa perlu membelenya secara terbuka.

Benny K Harman menyebut ada genderuwo yang ingin menjegal Anies sebagai capres, bayangkan, menjegal dalam bentuk seperti apa, dalam rangka mencalonkan oleh partai apa, dan siapa yang dia maksud genderuwo? Serba tak jelas, yang justru tampak terang benderang adalah, karena sang Ketumnya, Agus Harimurti menginginkan disandingkan dengan Anies.

Kalimat bersayap sebagai ciri khas politisi sepertinya harus kita temukan lebih sering minimal sebelum mencapai jadwal pendaftaran nama paslon capres. Dan meskipun pesan utamanya sering disembunyikan, mereka sangat terobsesi untuk menggunakan cara demikian. Invisible hand atau genderuwo mungkin dipilih untuk mengganti nama seseorang atau nama partai tertentu, yang dituding sebagai penjegal.

Tampaknya Partai Demokrat sedang frustrasi dengan langkah beberapa parpol yang merapat ke partai Nasdem, sementara pihaknya sedang menggelitiki partai yang sama dalam rangka menawarkan sang putra mahkota menjadi pendamping Anies.

Pilihan Demokrat memang terasa rumit, di satu sisi mereka berambisi memunculkan nama AHY, namun apa daya tak mudah mendekati partai besar seperti PDIP, Golkar atau Gerindra. Aneh saja ketika cara yang digunakan adalah mengintimidasi apa yang disebutnya genderuwo.

Tidak sulit pula kita menebak teka-teki yang dilempar Benny K Harman, maka muncul lah Sekjen PDIP memberi pernyataan, yang kurang lebih, mengingatkan publik agar tak usah hiraukan kalimat merajuk yang menjadi bawaan partai Demokrat. Alih-alih merayu dan mendekat, mereka seperti kehabisan cara untuk memuluskan misinya.

Bukan cara yang ideal bagi siapapun, berharap direspon positif namun dengan trik intimidasi seperti itu, hanya mungkin dilakukan kepada pihak yang dalam posisi inferior, sementara saat ini dirinya justru dalam posisi seperti itu. Namun bisa jadi Demokrat menyebut nama samaran dengan harapan ada yang tergoda mengklarifikasi bahwa bukan partainya yang dimaksud sebagai genderuwo.

Berani kah Benny K Harman mengganti nama genderuwo dengan sesuatu yang lebih realistik? Pasti semua yang mendapat pertanyaan seperti itu akan mudah menggelengkan kepala, karena memang tak mudah pula bagi Benny mendefinisikan kalimat intimidatifnya.

Yang menjadi semakin rumit ketika jawaban sekjen PDIP justru menepis dugaan tentang kepentingan partainya menjegal Anies Baswedan. Tanpa dijegal pun semua yang berpikir normatif, mudah menilai sejauh mana Anies layak menjadi capres yang mumpuni.

Membandingkan Anies dengan sosok kandidat capres lain tentu tak mudah pula, kecuali dengan nama-nama yang di masa lalu pernah berada di level yang sama dengannya. Dan repotnya, Anies justru tak sebanding dengan prestasi sosok yang dibandingkannya. Demikianlah cara menjawab tudingan dengan menggunakan trik yang sama, intimidatif.

Adu argumentasi tentang pencapaian seorang kandidat capres sejauh ini cukup menarik. Di satu sisi ada yang mengklaim namanya diunggulkan karena muncul di deretan atas survei elektabilitas. Di sisi lain banyak ditemui cela dan sisi lemahnya, sehingga dirasa berlebihan untuk dikategorikan sebagai capres dengan elektabilitas tinggi.

Cukup dilematis bagi partai Demokrat karena tampaknya hanya sosok Anies Baswedan yang mudah digandeng sebagai vote getter, agar AHY berkesempatan menjajal kontestasi pilpres, sementara peluang untuk mendapat tiket capres pun tantangannya sangat terjal.