Politik

Pak Bahlil, Pak Bahlil !.

Nikmatul Sugiyarto 3 months ago 1.8k

Makanan pokok kita masih nasi, yang membedakan itu jabatan, posisi, dan mungkin jumlah kekayaan. Tapi itu bukan yang membedakan kita di mata hukum dan demokrasi. Karena kita punya hak yang sama dalam dua hal itu.

Saya tidak ingin menjustifikasi pilihan seseorang dalam menentukan calon pemimpin negeri ini, tapi minimal pakai kerasionalan pikir dan tidak menjelekkan atau malah menjustifikasi sikap seseorang dengan seenak udelnya sendiri seperti Menteri Investasi Bahlil Lahadalia.

Dari awal dia berapi-api mendukung pilihan Presiden Jokowi. Ingat dia tidak punya ideologi dalam menentukan pilihannya sendiri, tapi ada unsur taat patuh pada Jokowi. Karena sikapnya terbaca sebelum menjadi timses 02, dia sempat memuji-muji seorang Ganjar Pranowo saat Pak Jokowi dulu dekat dengan si rambut putih itu.

Karena presiden pindah haluan, dia pun mengikuti sang tuan yang bisa melindunginya dari mara bahaya yang bakal menyerang jabatannya sewaktu-waktu. Istilah kerennya sih tersandera masalah. Tim Bocor Alus Tempo sih memberikan clue, kasusnya dia soal pertambangan Fakfak. Lebih lanjut cek sendiri saja.

Dan kali ini yang mengusik akal sehat saya, ketika Bahlil menanggapi pernyataan sikap demokrasi guru-guru besar di berbagai universitas. Kalo Pak Jokowi menanggapinya sebagai hal biasa, Bahlil lebih kontroversial karena dia menganggap pernyataan sikap itu sebagai skenario.

Dia mengaku paham betul langkah yang diambil para guru besar, lantaran di mantan aktivis kampus. Hahaha, Pak Bahlil aktivis kampus bayaran mungkin ya, makanya menganggap hal yang serius sebagai bahan candaan dan menganggapnya hanya skenario.

Pak, si pembuat skenario itu presiden yang sudah anda ikuti pilihannya. Mulai dari skenario putusan Mahkamah Konstitusi yang melanggar etik, sampai penggerakan alat negara demi memenangkan 02. Termasuk menggerakkan Bahlil untuk memuja seorang Gibran, yang mungkin lebih hebat darinya karena bisa nyawapres di umur kepala 3.

Atas tuduhan skenario tadi, Bahlil kena semprot salah satu guru besar dari UI yang mengatakan menteri investasi itu dengan umpatan tolol dan sejenisnya. Yang benar saja, demokrasi kita sedang di ujung tanduk mengalami kemunduran. Kemarin mungkin hanya barisan mahasiswa saja dan para aktivis yang turut menyampaikan aksi protes dan tuntutan terhadap sikap Jokowi, yang menghilangkan kenetralannya demi salah satu paslon dan menyatakan dengan gamblang bahwa dia boleh memihak.

Siapa yang tidak turut mengkhawatirkan hal itu? Hanya bahlil dan kubu 02, yang memang sudah mengatur kerasionalan pikir mereka dalam mode mati. Bung, para guru besar itu masih banyak yang menjaga netralitasnya, tapi kenapa sekelas presiden justru menyatakan bahwa dalam jabatannya boleh memihak dan tidak netral?

Di atas hukum ada norma ataupun etika, yang kita pegang sebagai seorang insan dan warga di negara demokrasi ini. Kalau presidennya sebagai contoh di depan saja memberikan contoh yang salah, apa kabar dengan rakyatnya?

Bagaimana dengan gen-z yang baru memasuki masa legalitasnya untuk berdemokrasi? Memprihatinkan, di masa krusial seperti ini, gen-z harus diperlihatkan hal yang tidak etis dari pemimpinnya. Itu yang dikecam guru besar! Itu yang membuat banyak kalangan marah hingga buka suara, berharap presiden mau mendengar agar tidak melanjutkan cawe-cawenya.

Tapi apa daya kalau memang kekuasaan sudah membutakan mata, hati dan pikiran Jokowi? Dan upaya keras ini justru disebut Bahlil sebagai skenario? Sangat miris, dia yang menjabat sebagai menteri nyatanya tidak lebih pintar dari seorang mahasiswa, yang masih utuh tingkat kewarasannya dalam menanggapi fenomena politik dinasti yang akan reborn di tanah air tercinta.

Bak lidah yang terkena getah, semakin bikin gatal dan tak karuan saat publik dipertontonkan foto Bahlil bersama dengan perwakilan kades di Sragen, Jawa Tengah. Dalam rangka apa? Dengar-dengar itu soal intimidasi, agar para kades berkoordinasi memenangkan 02.

Saya tidak menyangka saja, sekelas paslon yang katanya elektabilitasnya dalam setiap survei tinggi bahkan angkanya tembus lebih dari 50%, tapi mengapa mereka seperti kelimpungan? Bahkan disaat paslon mereka santai ongkang-ongkang kaki, ada capres yang hadir di setiap panggung rakyat untuk menyampaikan maksud dan tujuannya serta program gagasan mereka yang bakal digarap setelah amanah besar tersampir pada pundaknya.

Presiden Jokowi dan beberapa menteri di sekitarnya yang justru bergerak aktif untuk 02. Entah membagikan bansos langsung ke rakyat, maupun gerakan politisasi menteri di koalisi 02, bahwa bansos itu milik Pak Jokowi.

Hal itu pula yang menjadi kegeraman guru besar dan kalangan lain, karena mereka melakukan pembodohan kepada rakyat dengan mengarahkan persepsi bahwa bansos milik Jokowi. Untungnya saja menteri dalam kabinet masih ada yang waras, jadi mereka berbondong-bondong meluruskan bahwa Bansos itu milik negara, uang rakyat, dan pure hak rakyat.

Fenomena seperti itu, bagian mana Pak Bahlil, yang skenario dari guru besar? Justru anda yang memainkan skenario kotor dengan mengintimidasi hak demokrasi rakyat.

Hati-hati pak, saat ini nama anda menjadi sorotan karena sembarangan bertindak. Entah dalam kasus mengintimidasi maupun melecehkan kredibilitas barisan guru besar yang jelas menentukan sikapnya secara matang, independent dan bukan karena jabatan maupun uang. Karena integritas mereka sebagai seorang guru besar adalah sebuah tanggung jawab besar terhadap Tuhan, diri sendiri, dan ilmu yang mereka miliki. Jadi mereka tidak akan terhasut permainan politik seperti anda, Pak Bahlil!