Politik

Nilai Penerapan Hukum Pemerintahan Jokowi, Nol.

Panjath H. 5 months ago 211.0

Ganjar Pranowo, capres nomor urut 3, belum lama ini memberikan nilai 5 untuk penegakan hukum di era Presiden Jokowi.

Dan seperti kawanan lalat digubris, respons bernada pro dan kontra pun berhamburan. Ada yang setuju dengan Ganjar. Dan yang menolak – bahkan mengejek dan mengolok-olok statemen Ganjar ini pun banyak. Sebab semua orang kan berespons sesuai kepentingan politiknya saat ini.

Misalnya, ada kader partai pengusung kontestan nomor 2, dengan maksud menyindir Ganjar melontarkan kata-kata yang bunyinya kira-kira seperti ini: “Pak Ganjar sepertinya salah pilih cawapres”.

Hahaha… Betul juga sih, sebab di era kedua Jokowi ini Mahfud MD yang saat ini menjadi cawapres Ganjar, memang menjabat sebagai menkopolhukam yang mengkoordinir soal politik dan hukum di negeri ini.

Tapi juga tidak bisa dilupakan bahwa yang namanya menteri bekerja sesuai arahan bos-nya, yakni presiden. Kalau misalnya sang bos tidak berkenan atas sesuatu, tentunya menteri yang bersangkutan tidak mau lancang bukan?

Maka dalam kaitan ini, soal rendahnya nilai Jokowi soal penerapan hukum, adalah mutlak kelalaian presiden. Sebab dalam sebuah pemerintahan yang umum dinilai adalah kepala negara, bukan menteri-menteri

Dan penulis yang mengolah artikel ini berdasarkan fakta dan pengamatan sendiri, bahkan memberikan angka yang lebih kecil lagi soal penegakan hukum di era Jokowi, nol.

Artinya sama sekali tidak lulus. Harus belajar lagi, mengulang lagi. Tetapi dia keburu DO alias habis masa jabatan pada Oktober 2024 mendatang. Indikasinya adalah lemahnya atau tiadanya perlindungan atau pembelaan pemerintah terhadap warga minoritas dalam hal beribadah.

Dan kalau saja pasangan capres/cawapres yang dia support dengan segala cara itu menang pilpres dan meneruskan pemerintahan Jokowi, maka tak terbayangkan makin gelapnya penegakan hukum di negeri ini. Hukum akan tumpul dan tidak berfungsi.

Gejalanya sudah kita lihat pada pemerkosaan UU hanya supaya Gibran bisa melaju jadi cawapres. Padahal kalau Jokowi peduli pada penegakan hukum, taat pada konstitusi, pelanggaran UU tentang usia capres/cawapres oleh MK, tidak perlu terjadi.

Kenapa kita berasumsi bahwa hukum akan tumpul jika pasangan kontroversial ini nanti menang pilpres? Pertama, kasus-kasus pelanggaran HAM di masa lalu akan semakin dalam terkubur. Mengapa tidak, presidennya saja penuh jejak pelanggaran HAM.

Yang kedua, upaya penyelamatan asset-aset negara dan pengembalian uang negara yang dikemplang oleh oknum pengusaha yang menjadi debitur, akan berhenti. Sebab kolega dan keluarga penguasa itu banyak yang berlepotan kasus-kasus keuangan negara.

Ganjar masih baik hati, memberikan nilai 5 untuk Jokowi soal penegakan hukum. Penulis bahkan memberikan 3 atau 4. Salah satu penyebabnya adalah bebasnya kelompok intoleran mengganggu aktivitas ibadah warga yang minoritas secara agama dan keyakinan.

Selama pemerintahan Jokowi, entah berapa puluh kali terjadi aksi-aksi pelanggaran HAM soal kebebasan beribadah umat minoritas. Misalnya ketika terjadi aksi melarang pembangunan rumah ibadah (gereja), apakah pemerintah bersuara untuk membela dan menjamin kebebasan hak soal ibadah? Tidak!

Apakah waktu marak aksi pelarangan Natal, pembubaran ibadah bahkan melarang ibdah di rumah-rumah, Jokowi bersuara untuk membela minoritas, mengecam para pelaku yang intoleran itu? No way.

Yang ada, si Jokowi malah rajin dan bersemangat mengutuk Israel yang berperang melawan Hamas di Gaza. Katanya untuk menarik simpati umat yang mayoritas beragama Islam. Padahal tidak ada hubungannya, sebab semua pihak sudah paham soal Israel – Hamas itu bukan soal agama, tetapi menyangkut tanah (kawasan) yang saling klaim antara Israel dan Palestina.

Oh, andaikata kita semua paham sejarah, tentu tidak akan terjadi kesalahpahaman yang berlarut-larut ini. Dan tidak perlu pemerintah sok mengutuk Israel. Dan tidak perlu terjadi ancaman atau seruan boikot terhadap produk-produk Israel, sebab ini bisa membuat situasi dalam negeri makin suram dengan banyaknya PHK.

Tapi jika memang ingin memboikot produk Israel, janganlah cuma makanan, minuman, atau komoditi-komoditi yang sifatnya “remeh-temeh”. Boikot pula alat-alat teknologi mutakhir, canggih dan futuristik semacam handphone, smartphone, computer, dan segala sesuatu yang berkaitan dengan intenet. Itu semua berbau Israel.

Sekarang Jokowi mengutuk Israel. Tetapi waktu timnas Israel hendak datang bertanding ke sini beberapa waktu lalu, apakah dia menentang? Rasanya tidak bukan? Hanya kader-kader PDIP, semacam Ganjar Pranowo, gubernur Jawa Tengah (waktu itu) yang tegas dan keras menolak kedatangan tim Israel.

Alasannya adalah untuk menghormati konstitusi RI yang menolak segala bentuk penjajahan di muka bumi, seperti yang ditudingkan banyak pihak pada Israel atas Palestina.

Jokowi mengutuki Israel yang katanya menindas Palestina. Tetapi ketika warga minoritas di negeri sendiri ditindas HAM-nya oleh kelompok intoleran, dengan mempersulit ibadah, di mana Jokowi? Apakah dia mengutuk kaum intoleran dan membela warga minoritas itu? Bukankah beribadah itu dijamin penuh oleh UUD dan konstitusi?

Maka ketika Jokowi tidak melakukan apa-apa melindungi hak warga minoritas, maka nilai penegakan hukumnya adalah 3 atau 4.