Politik

Nasdem Menolak AHY Sebagai Cawapres.

Bamswongsokarto a year ago 1.6k

Nasdem yang secara resmi telah mengusung Anies Baswedan sebagai capresnya, segera saja ditanggapi oleh Anies dengan gerak cepat mencari muka dengan kunjungan-kunjungan ke berbagai daerah. Juga kunjungan-kunjungan ke berbagai event dengan cara mengaku-ngaku diundang, meskipun sebenarnya tidak diundang melainkan mendaftar untuk datang dengan cara mengisi formulir terlebih dahulu. Termasuk kehadirannya di KTT G20 Bali sebagai pembicara, dimana Anies berbicara tidak dalam rangka pertemuan KTT G20 itu sendiri.

Dari Bali Anies ngeloyor ke Solo bertemu Gibran si Mas Wali di sebuah hotel, lantas berlanjut ke makan siang, sambil ngobrol ngalor ngidul di hotel itu juga. Pertemuan iu tentu saja dimanfaatkan oleh buzzer Anies untuk memblow up sosok Anies dengan narasi-narasi pujian. Tujuannya tentu saja mendongkrak nama Anies di mata masyarakat. Musni Umar sebagai komandan buzzer Anies melempar narasi pemersatu bangsa, untuk menutup jejak buruk politik identitas yang dipakai Anies dalam pilkada 2017 DKI Jakarta. Tapi mustahil jejak kelam pilkada DKI itu terlupakan begitu saja, karena peristiwa-peristiwa yang mengiringinya telah menjadi luka tak tersembuhkan di bangsa ini.

Khusus tentang pertemuan Anies Baswedan dengan Mas Wali Gibran, memunculkan berbagai tanggapan dan spekulasi bagi para politikus. Ada yang marah, ada yang menyalahkan, ada yang menilai positif, dan ada yang khawatir Mas Wali Gibran sebagai kader PDI Perjuangan akan diserobot oleh partai lain. Pertemuan itu benar-benar menjadi komoditas yang menjadikan tensi politik meninggi. Bahkan pertemuan Anies-Gibran itu memicu munculnya perseteruan dan saling sindir antara Partai Nasdem dengan Partai Demokrat. Ada nuansa rasa disepelekan dan kecemburuan dari Partai Demokrat, setelah muncul beberapa tanggapan bahwa Anies sedang berusaha mendekati Gibran untuk menjadi cawapresnya.

Terlebih setelah Wakil Ketua Umum Nasdem Ahmad Ali, menyampaikan pernyataan bahwa Gibran Rakabuming Raka berpeluang besar mendampingi Anies Baswedan. Partai Demokrat seperti kehilangan muka dan kehilangan kewibawaan politik, seolah keberadaannya di koalisi perubahan tidak dianggap penting. Partai Demokrat tidak diperhitungkan lagi dalam mengajukan AHY sebagai kandidat cawapresnya Anies Baswedan. Pernyataan Ahmad Ali itu gambaran jelas sikap Nasdem terhadap maju mundurnya pembicaraan penentuan cawapres di koalisi perubahan, baik Nasdem, PKS, maupun Partai Demokrat. Bisa diartikan Partai Nasdem menilai bahwa Agus Harimurti Yudhoyono bukan sosok yang layak dipilih sebagai cawapresnya Anies.

Nasdem telah memperkirakan akan kecil kemungkinan kemenangannya jika memasangkan AHY sebagai cawapres Anies. Nasdem melalui Ahmad Ali memperjelas layak tidaknya kapasitas AHY sebagai cawapres mendampingi Anies. Waketum Nasdem itu tidak sedang keseleo lidah, karena dari Nasdem sendiri hingga kini tidak ada klarifikasi benar salahnya pernyataan Ahmad Ali. Mungkin saja Partai Nasdem memiliki pandangan yang sama dengan opini publik tentang minimnya pengalaman AHY di bidang politik, dan kemungkinan kemenangannya kecil jika memilih AHY sebagai cawapres. Tentu saja Nasdem sebagai partai pengusung awal, harus bisa menjual Anies Baswedan ke masyarakat dan harus berusaha meyakinkan bahwa jagoannya itu memiliki kelebihan-kelebihan dibandingkan capres lain. Dan jika memasangkannya dengan AHY sudah barang tentu tidak memiliki nilai jual tinggi.

Berdasarkan sinyal-sinyal politik Nasdem, bisa dikatakan Partai Demokrat telah tercoret dari pasar bursa cawapres. Nasdem hanya akan memanfaatkan suara-suara pemilih Partai Demokrat untuk kemenangannya, tetapi tidak untuk cawapres. Nasdem lebih memandang Gibran lebih punya peluang dibandingkan cawapres pilihan dari Demokrat dan PKS, meskipun Gibran akan berpikir seribu kali untuk menerima pinangan Nasdem.

Partai Nasdem telah menyerahkan kepada Anies perihal cawapres, tetapi tampak hanya sebagai formalitas deklarasi. Nasdem memang saat ini dengan senyap sedang mencoba mencarikan cawapres buat Anies. Nasdem menganggap Anies yang diserahi untuk memilih dan menentukan sendiri pasangannya, hanya mampu plonga-plongo dan tidak memiliki power untuk bisa mempengaruhi siapa pun. Kemampuan Anies hanya beretorika dan gentayangan kemana-mana untuk mencitrakan diri agar dianggap baik, yang kemudian oleh buzzer dan pendukungnya ditiupkan setinggi-tingginya. Tetapi sayang, pencitraan Anies Baswedan yang menggelegar membahana itu dengan mudahnya terkuliti kebohongannya oleh netizen penjaga NKRI.

Lebih berpeluangnya Gibran dibandingkan Agus Harimurti Yudhoyono dan Aher, merupakan realita politik yang tidak bisa disangkal oleh elit-elit politik di negeri ini. Gibran bukan sim salabim digoreng dadakan dan tiba-tiba menjadi seperti sekarang ini. Jalan politik Gibran merangkak pelan-pelan tetapi pasti dan telah teruji dengan nilai tinggi hal kemampuannya dalam memimpin. Sejatinya sangatlah tidak cocok jika hanya menempatkan Gibran sebagai cawapres Anies, seharusnya Anieslah yang jadi cawapresnya Gibran.

Tetapi tentunya itu jauh dari prioritas yang dipikirkan Gibran. Gibran tidak akan mau terjerumus, lantas berubah menjadi politikus ambisius demi kekuasaan. Usianya masih sangat muda, masih punya banyak peluang untuk mengarah ke sana. Inilah politik “njawani” yang terbaca dari sosok Gibran “ora grusa-grusu, ora kesusu”. Yang pasti, kesadaran bahwa ketaatan kepada mekanisme PDI Perjuangan tempatnya bernaung, menjadi pegangan dalam berpolitik di negeri ini.

Apakah Gibran lantas girang-gemirang setelah bertemu dan makan bersama Anies? Apakah Gibran lantas menunjukkan kebanggaannya setelah bertemu dengan Anies? Sama sekali tidak tampak. Gibran malah merasa lebih nyaman makan di warung bersama si Tugiman Ganjar Pranowo. Ini sebuah sanepo (lambang,kode) bahwa Gibran tidak tertarik dan tidak menanggapi penilaian berpeluangnya menjadi cawapres Anies.

Dari koalisi perubahan, yang sepertinya ketar-ketir dan sewot setelah Waketum Nasdem menyatakan penilaiannya terhadap Gibran adalah Partai Demokrat sementara PKS kelihatanya datar-datar saja. Bagaimana Demokrat tidak akan sewot, Demokrat dan PKS sedang gencar mempertahankan cawapresnya, tiba-tiba Nasdem melalui Ahmad Ali memberikan penilaian positif dan lebih membuka peluang kepada Gibran.

Bappilu Partai Demokrat Andi Arief pun gatal dan segera memberikan peringatan kepada Nasem, agar Nasdem berhenti menawarkan siapapun untuk jadi pendamping Anies Baswedan. Inilah bentuk ketar-ketir dan sewotnya Partai Demokrat, kekhawatiran kalau AHY tereliminasi dari pilihan cawapres Anies. Demokrat tidak mau jika akhirnya AHY hanya menjadi penggembira dan pelengkap penderita, dari proses maju mundurnya pembicaraan tentang siapa yang akan menjadi cawapres.

Demokrat maunya AHY, PKS maunya Aher, Nasdem tidak memilih AHY maupun Aher. Lha terus piye?

Syalom, Salam dan Rahayu

BamsWongsokarto

Sumber Sumber

Tulisan BamsWongsokarto yang lain klik saja : https://seword.com/author/sumbogo