Politik

Misteri PKS-Demokrat Merapat ke Nasdem, "Ada Udang di balik Batu".

Ruskandi Anggawiria 2 years ago 1.6k

Pengamat politik Hendri Satrio seakan mewakili pemerhati para politisi secara umum, khususnya mereka yang memiliki karakter tak lazim. Adapun yang menjadi objek bahasan Hendri kali ini adalah perilaku PKS yang menganut gaya tak populer, sementara dia memerlukan partai lain untuk melengkapi keberaadaannya sebagai pendukung capres.

Bukan mengada-ada ketika disebut PKS sering bermain drama, karakter yang sangat kita kenal diperlihatkan oleh partai ini. Mungkin hanya semasa partai Demokrat berkuasa, PKS dianggap memiliki gaya yang sama dengan pemerintah saat itu, sehingga keduanya berkoalisi cukup lama, yakni dalam dua periode masa jabatan SBY.

Meskipun PKS kerap menunjukkan sikap mendua, toh mereka tetap bertahan di dalam lingkaran kekuasaan eksekutif sejak tahun 2009 hingga 2014. Hanya di era Jokowi-Jusuf Kalla kemudian dilanjutkan era Jokowi-Ma’ruf Amin, PKS tak banyak berkiprah di pemerintahan. Tak ayal mereka lebih sering memainkan drama politiknya di parlemen dan media-media nasional.


UBAJJljbZUI

Jika Hendri lebih lebar mengupas perilaku tokoh-tokoh PKS, mungkin akan sampai juga pada aspek yang lebih sensitif. Misalnya bagaimana mereka mempraktekkan politik dua kaki, yang mana kaki kiri berada di sisi penguasa sementara yang kanan sebagai oposisi. Gaya demikian sebenarnya merupakan ciri khas kaum oportunis.

Kaum yang satu ini seolah ingin mendapat keuntungan dua kali, dari pihak yang menjadi kawan dia menuai fasilitas sementara dari pihak lawan dia berharap dianggap agen atau mewakili suara oposan. Sebuah posisioning yang cukup rumit dijalankan oleh partai politik.

PKS barangkali akan tetap tercatat sebagai partai yang konsistensinya sangat rendah, dan cap sebagai sering bermain drama seperti dianggap oleh Hendri Satrio, adalah label lain baginya. Boleh jadi mereka tampak sering bermain drama karena memang dilatarbelakangi sikap inkonsisten, sehingga dua karakter itu bergabung dalam tubuh parpol yang satu ini.

Lalu bagaimana prospeknya jika Nasdem dan Demokrat menggaet PKS sebagai mitra koalisi? Tampaknya mereka harus mendefinisikan di awal tentang aspek-aspek yang mengikat antara ketiganya. Bagaimanapun Demokrat tidak boleh melupakan sejarah, ketika mereka berkoalisi dengan PKS di masa lalu.

Masih hangat dalam ingatan publik, Presiden SBY dan partai Demokrat ketika itu kerap direpotkan oleh manuver PKS, yakni pendukung pemerintah beraroma oposisi, dan tak ayal perilaku PKS membuat pemerintah serba gamang.

Sikap PKS Terhadap Kebijakan Presiden SBY tahun 2013, Mendukung tapi tak jadi…

Melihat rekam jejak PKS yang bermuka dua di masa lalu, tampaknya tak membuat Demokrat jera, barangkali karena hanya PKS yang bersedia menjalin komunikasi. Sebaliknya PKS pun menilai hanya Demokrat yang mudah cair dengan partai itu. Kesimpulan kita, karena memiliki kesulitan menjalin komunikasi dengan partai-partai lain itulah maka keduanya tak punya pilihan lain kecuali kembali membicarakan masa depan bersama.

Yang menarik adalah posisi Nasdem. Mungkin karena faktor Anies Baswedan, antara Nasdem dengan PKS dan Demokrat serasa memiliki chemistry, adapun soal prospek penetapan capres, tampaknya Nasdem tak punya pilihan lain jika mereka bersama dua parpol tersebut.

Mudah diprediksi jika Nasdem yang masih memiliki kandidat capres selain Anies Baswedan, sementara PKS dan Demokrat tampak bersepakat dengan nama mantan Gubernur Jakarta itu, ketiganya mungkin akan mencari jalan masing-masing, kecuali PKS dan Demokrat yang tak ada pilihan lain.

Entah bagaimana kita menilai Partai Demokrat yang terlihat fanatik pada sosok Anies Baswedan. Sikap ini tercermin dari beberapa pernyataan elit mereka yang menuding beberapa pihak sebagai invisible hand untuk menjegal Anies. Namun jika mereka melihat prospek nama yang elektabilitasnya tertinggi, harusnya mereka juga melirik nama lain.

Kita yakin fanatisme mereka terhadap sosok Anies bukanlah tanpa syarat, karena ada misi tersendiri yakni menyandingkan Anies Baswedan dengan sang putra mahkota SBY, Agus Harimurti Yudoyono. Meskipun pasangan ini menurut survey versi mereka cukup menjanjikan, tentu saja masih kalah bersinar dengan nama-nama yang telah lebih lama beredar di kancah politik nasional. Barangkali ahy sedang mengumpulkan jam terbang sebagai kontestan pilpres, dan berharap pada kesempatan berikutnya berpeluang lebih besar. Siapa tahu.