Politik

Meracau Dengan Data yang Salah, Anies dan JK Pikir Mereka Gagah Sekali.

Argo Javirez a year ago 1.0k

Tulisan ini saya daur ulang dengan diksi yang lebih sopan dan halus. Sekalipun ciri khas aura tulisan saya terasa garing dan hambar (bagi saya), tapi ya sudahlah. Tak apa, tidak melemahkan semangat saya.

Jadi begini. Anies sebelumnya mengungkapkan bahwa di era SBY lebih banyak pembangunan jalan tidak berbayar dibandingkan di era Jokowi.

Menurut Anies, Jokowi hanya fokus bangun jalan tol yang berbayar saja dibandingkan membangun lebih banyak lagi jalan-jalan yang gratis bagi rakyat, seperti yang dilakukan SBY.

Semakin banyak jalan-jalan gratis yang dibangun dengan kualitas mutu yang baik, maka akan mengurangi biaya logistik, produksi, serta memperlancar arus barang dan jasa dari desa ke kota.

Selama satu dasawarsa SBY telah bangun ribuan kilometer jalan non tol, baik itu jalan nasional, provinsi, hingga kabupaten dan kota.

Itu belum bicara soal mutu dan kualitas jalan di era Jokowi yang jauh dibawah rata-rata lantaran banyaknya jalan-jalan yang rusak dan hancur di berbagai provinsi.

Tapi, apa yang dipaparkan Anies justru salah. Data yang disadurnya bukan dari media mainstream yang valid dan terverifikasi.

Mestinya sebagai bakal capres, Anies seharusnya memaparkan data yang valid dan kredibel dengan sumber media yang valid, bukan dicomot dari media siluman abal-abal.

Kendati demikian, Anies bukannya mengaku salah dan minta maaf ke publik akan kekonyolannya, akan tetapi justru menyalahkan media yang menjadi acuannya yang ternyata keliru itu.

Seperti biasa, Anies tidak akan mau menjilat ludahnya sendiri. Anies justru melempar kesalahan ke pihak lain. Padahal sebelumnya dengan semangat dan sangat yakin memaparkan data yang salah.

Anies secara sadar dan dengan sengaja meracuni alam bawah sadar masyarakat untuk menggiring opini publik guna merontokkan wibawa pemerintah. Untungnya Gusti Ora Sare. Niat terselubungnya yang tidak baik itu akhirnya terbongkar dengan sendirinya ke permukaan.

Kesalahan data yang dipaparkan Anies justru diamini Jusuf Kalla. Soal pembangunan jalan tol, Jusuf Kalla menegaskan bahwa pembangunan jalan tol murni dibangun dari dana investor swasta.

Anggaran pembangunan jalan tol bukan pemerintah yang buat, akan tetapi oleh swasta. Oleh karena itu, Jusuf Kalla mengingatkan pemerintah agar tidak melupakan pembangunan jalan yang gratis bagi masyarakat.

Soal kualitas mutu jalan di era Jokowi yang disampaikan Anies, Jusuf Kalla juga mengamininya dengan memaparkan data dari Badan Pusat Statistik bahwa ada 170.000 jalan rusak di Indonesia.

Jusuf Kalla juga mengapresiasi kritik yang disampaikan masyarakat yang memvideokan jalan-jalan rusak. Salah satu contohnya banyaknya jalanan rusak di Lampung.

Sehingga, Jokowi segera mengambil tindakan untuk memperbaiki jalan-jalan rusak tersebut dengan menggelontorkan anggaran negara sebesar Rp800 miilar.

Soal anggaran pembangunan jalan tol yang murmi dari investor swasta, ternyata tidak sepenuhnya benar. Seperti Anies, Jusuf Kalla juga salah data. Menteri PUPR Basuki memaparkan bahwa anggaran pembangunan jalan tol tidak semuanya dari investor swasta.

Dana pembangunan jalan tol bersumber dari APBN dan Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU). APBN menyokong 30 hingga 40 persen pembangunan berbagai infrastruktur, termasuk pembangunan jalan tol.

Kena batunya lagi, bukan? Anies dan Jusuf Kalla berpikir mereka gagah sekali memaparkan data yang tidak semuanya valid. Justru yang terjadi sebaliknya, niat terselubung mereka layu sebelum beetunas.

Itulah akibat dari ketidakhati-hatian dalam bersikap lantaran emosi terpendam guna menjatuhkan wibawa pemerintah. Tapi memang sudah begitu kualitas mereka. Tidak menguasai persoalan, tapi berani sekali menyombong berkali-kali.

Tanpa Anies sadari, selama ini sosoknya diingat publik sebagai sosok yang negatif. Ketegasan, kegesitan, kecerdasan yang diatas rata-rata, termasuk namun tidak terbatas kelicikan yang diperlukan guna mendistribusikan power, semuanya itu tidak dipunyai Anies.

Begitu juga dengan Jusuf Kalla. Daya tawarnya kian melemah. Selain usia menjadi musuh utamanya, dinamika politik yang tidak berpihak ke kelompoknya membuatnya menjadi 'murka'.

Selain itu, Jusuf Kalla adalah sosok generasi.tua. Generasi yang mestinya sudah saatnya duduk manis di belakang layar untuk menguatkan barisan. Bukan harus menjadi street fighter yang berdarah-darah di depan barisan.

Demi pencitraan yang tidak pada tempatnya, Anies dan Jusuf Kalla untuk yang kesekian kalinya harus menahan malu.

Nafsu menciptakam sensasi dan polemik pepesan kosong yang tak ada ujung pangkalnya itu membuat mereka kini menjadi cibiran dan bahan tertawaan orang banyak. Memalukan memang.

Kura-kura begitu.