Politik

Menang Satu Putaran vs KPU Curang.

Panjath H. 5 months ago 549.0

Pilpres 2024 semakin dekat, semakin panas dan ganas pula perilaku pihak-pihak tertentu untuk mengejar kemenangan. Mereka tampaknya sudah sangat kebelet berkuasa, setelah 10 tahun gagal. Kini mereka sangat yakin dan percaya diri karena Presiden Jokowi ada di pihak mereka.

Adapun Jokowi pasti mendukung anaknya, si Gibran Raka, yang dipasang sebagai cawapres oleh Prabowo, meski untuk itu Jokowi harus "berkhianat" pada partai (PDIP) yang telah mengantarkannya ke tampuk pimpinan nasional, sebanyak dua periode pula.

Kubu Prabowo yang kini seperti sudah gencar menyambut “kemenangan” dengan percaya diri selalu menyelipkan kata-kata “menang satu putaran” dalam setiap statemen mereka. Percaya diri betul. Apakah karena merasa tidak ada halangan lagi sebab presiden yang memegang kekuasan kini ada di pihak mereka?

Menang satu putaran! Narasi itu menjadi jargon mereka kini, dan sepertinya sudah menjadi “kata kunci”. Padahal ada tiga paslon yang akan bertanding, tetapi mereka sudah berani mengklaim “menang satu putaran”.

Tapi ada yang terasa ganjil dan lucu sehubungan dengan pekik “menang satu putaran” ini. Jika merasa sudah yakin akan menang mudah, mestinya kan mereka lebih tenang, dan tidak grasa-grusu atau ojo kesusu. Justru mereka terlihat tidak percaya diri dengan “salam nasional” antar-sesama mereka itu.

Salam “menang satu putaran” dan hasil-hasil survei sepertinya berkaitan satu sama lain. Tiba-tiba saja elektabilitas mereka meroket, bahkan terakhir, katanya sudah mencapai 51%, meninggalkan Ganjar Mahfud yang selama ini memimpin dengan tipis.

Yang ganjil adalah mengapa setiap Ganjar Mahfud melemparkan sebuah statemen, lalu elektabilitas mereka turun kata survei? Misalnya, ketika Ganjar mengkritik bahwa nilai penegakan hukum pemerintahan Jokowi adalah 5, elektabilitas mereka langsung anjlok tajam.

Ada saja netizen yang mengingatkan bahwa pernyataan-pernyataan yang nadanya memojokkan Jokowi, justru akan membuat simpati publik mengalir ke Jokowi. Entahlah apakah maksudnya, apakah supaya publik tidak mengkritik Jokowi?

Dan sepertinya memang benar, setiap ada statemen Ganajr – Mahfud yang bernada mengkritik Jokowi, tak lama berselang keluarlah pula hasil survei yang menyatakan elektabilitas Ganjar Mahfud melorot tajam. Sebaliknya elektabilitas Prabowo-Gibran malah melesat hingga 50% ke atas, artinya pilpres 2024 hanya satu putaran.

Sebagai orang awam, kita lantas bertanya-tanya: kapan survei dilakukan? Kok ujug-ujug sudah keluar hasil yang mengisyaratkan bahwa pilpres yang diadakan pertengahan Februari 2024 mendatang itu akan dimenangkan oleh satu paslon hanya satu putaran saja? Ataukah semua itu memang sengaja dikondisikan agar ada alasan mengumbar statemen bahwa “menang satu putaran”?

Jika kata-kata tersebut diulang-ulang, tentu akan bisa mempengaruhi opini publik. Dan mau tak mau kita pun teringat pada Pilpres 2019 lalu, di mana salah satu kubu gencar menarasikan “KPU Curang”.

Kubu ini, terus-menerus dan masif menyebarkan isu KPU curang, termasuk dengan mengadakan aksi demo satu harian di depan kantor pusat KPU. Tema yang mereka bawa adalah KPU Curang.

Tujuannya untuk menanamkan di benak setiap orang bahwa KPU curang, sehingga jika kelompok mereka kalah, maka semua orang akan menuduh KPU curang. Terbukti ketika mereka benar dinyatakan kalah, aksi protes ke KPU berlangsung panas mencekam dan mengakibatkan ada korban di antara massa.

Sekarang, pihak yang sama, sudah bersama penguasa, menggaungkan “menang satu putaran”. Tujuannya diduga untuk mempengaruhi dan mengarahkan pikiran banyak orang bahwa mereka akan menang dalam satu putaran saja.

Modal mereka hanya hasil-hasil survei. Tetapi mereka melupakan silent majority yang muak dan marah dengan penyalahgunaan kekuasaan, lalu merusak UU Pilpres supaya Gibran bisa maju jadi cawapres.

Jadi kata-kata “menang satu putaran” itu tetaplah cuma jargon yang tujuannya untuk menanamkan pemahaman di pikiran banyak orang bahwa merekalah pemenang dalam satu putaran. Sementara kondisi di masyarakat sangat jauh beda di mana banyak orang yang antipati dengan salah satu paslon, karena berbagai cacat konstitusi dan kecurangan yang menyertai mereka.