Politik

Masa Depan Abu-Abu Anies Baswedan.

DHEKO a year ago 13.0

Anies Baswedan resmi punya pasangan. Iya, satu poin yang selama ini begitu sulit diputuskan ketika Partai NasDem masih kerja bareng dengan Partai Keadilan Sejahtera (PKS) dan Partai Demokrat. Dalam waktu yang singkat, tanpa gebrak meja lagi, secara mengejutkan ternyata terselesaikan.

Memang ada pengingkaran. Walau katanya penentuan siapa yang akan menjadi bakal cawapresnya menjadi hak Anies, pada kenyataannya Surya Paloh lah yang kemudian mengambil alih. Paloh memilih Muhaimin Iskandar sekaligus membentuk bakal koalisi baru dengan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB).

Ada yang beranggapan bahwa pencapaian Anies sejauh ini itu, dianggap sebagai kemajuan. Progres dari sebuah proses yang sudah dimulai pihaknya, Anies dan Surya Paloh dengan Partai NasDem-nya, yang pada Oktober 2022 lalu telah meresmikan dirinya sebagai bakal calon presiden.

Tapi benarkah itu sebuah kemajuan? Sebuah progres yang positif?

Sah-sah saja bila dianggap seperti itu. Toh pada kenyataannya Anies telah punya calon gerbong pengusung, lengkap dengan pasangan calon wakil presidennya. Anies menjelang komplit.

Namun bila dicermati dari sisi yang lain, bisa juga apa yang telah dicapai Anies saat ini sebenarnya tidak lebih baik dari sebelumnya. Memang secara di atas kertas Anies telah punya kendaraan pengusung bakal koalisi sekaligus dengan bakal calon presidennya. Tapi bukankah keadaan itu juga tidak luput dari potensi timbulnya masalah baru? Kesepakatan Surya Paloh dengan NasDem dan Anies-nya dengan Muhaimin Iskandar dan PKB-nya juga punya potensi untuk merepotkan nantinya.

Dengan telah hengkangnya Partai Demokrat dari posisinya sebagai pendukung Anies tentu akan membawa konsekuensi berkurangnya dukungan suara. Suara dari Partai Demokrat jelas tidak bisa dianggap enteng.

Hilangnya suara dari Partai Demokrat mungkin akan bisa digantikan oleh PKB, tapi masalah belum akan berhenti di situ. Daerah-daerah yang kuat PKB- tetap harus diperebutkan berbarengan dengan Ganjar dan Prabowo yang juga tak kalah kuatnya.

Kehilangan suara dukungan terhadap Anies dapat semakin parah bila ternyata PKS juga memilih untuk mengundurkan diri dari keputusan sebagai pendukung Anies. Dan ini akan sangat memukul Anies.

Berbagai kemungkinan yang disampaikan di atas bisa terjadi bila benar Anies-Cak Imin berhasil menjadi peserta pada Pilpres 2024. Namun peluang kegagalan keikutsertaan Anies-Cak Imin sepertinya juga akan tetap ada.

Bakal koalisi NasDem-PKB bila dicermati sebenarnya tidak lebih kuat dari kerjasama NasDem-PKS-Demokrat sebelumnya. Sama rapuhnya, sama ringkihnya. Tidak punya faktor pengikat jelas yang memperkuat kerjasama tersebut. Semua pertimbangan dan analisa-analisanya agaknya hanyalah hitung-hitungan angka di atas kertas.

Belum lagi bila dilihat dari elektabilitasnya masing-masing. Keduanya bukanlah sosok capres-cawapres yang menjadi unggulan. Elektabilitasnya memble bila dibandingkan dengan capres-cawapres lainnya. Fakta tersebut tentu akan menjadi pertimbangan final sebelum memutuskan untuk mendaftarkan Anies-Cak Imin nanti. Surya Paloh pasti akan realistis, ngapain repot-repot ikut pilpres bila pada akhirnya akan kalah?

Tentu Anieslah kemudian yang meringis. Tidak jadi ikut pilpres akan membuatnya menjadi gelandangan politik. Gabung dengan Ganjar jelas tidak mungkin, sementara merapat ke kubu Prabowo sepertinya juga akan ditolak. Bukankah di mata Prabowo, Anies adalah seorang pengkhianat???...