Politik

Kejahatan Politik Jokowi Demi Prabowo Dalam Penyaluran Bansos?.

Dahono Prasetyo 3 months ago 9.0

Elektabilitas Prabowo Gibran yang mentok tidak kunjung naik membuat Jokowi terpaksa mengambil keputusan nekat secara sistemik. Skema bagi-bagi Bansos, baik BLT atau Sembako menjadi upaya merayu masyarakat untuk bersimpati kepada siapa yang wajahnya tercantum dalam bungkusan sembako, misalnya.

Seberapa efektifnya empati masyarakat yang muncul usai menerima bantuan Bansos? Tidak ada yang bisa menjamin penerima bantuan lantas mengikuti arahan untuk memilih Capres yang didukung pemerintah.

Fakta hasil survey menunjukkan hampir 40% jumlah pemilih tidak mengetahui kontroversi persoalan putusan MK, nepotisme, dinasti politik hingga ketidaknetralan pemerintah pada penyelenggaraan Pemilu 2024. Mereka yang berada di pelosok, pedalaman, kampung dan daerah yang akses informasi tidak semudah numpang WiFi tetangga.

Merekalah yang menjadi target penerima bantuan cuma-cuma 400 ribu rupiah per keluarga. Dan paket 10 kg beras per rumah berlogo pemerintah dengan latar belakang kasak kusuk untuk memilih Capres Prabowo Gibran.

Mereka yang menganggap Demokrasi Indonesia baik-baik saja atas kebaikan Jokowi yang masih dianggap pemimpin terbaik. Prabowo dinarasikan penerus kebaikan Jokowi dengan melupakan status Prabowo sebagai pelanggar HAM berat dan Gibran yang terlahir  sebagai anak haram konstitusi. Masyarakat dinina bobokan berikut janji makan siang dan susu gratis.

Bagi warga miskin dan pra sejahtera, apa yang dilakukan Jokowi demi untuk Prabowo menjadi realistis, untuk urusan dapur. BLT dampak badai El Nino yang dicairkan Jokowi hingga bulan Desember 2023 senilai 7,52 triliun untuk 18,8 juta keluarga. Bantuan kembali dicairkan tiap 2 bulan sekali.

Bagi petani terdampak El Nino dianggarkan menerima dana 3 juta/hektar. Ibu hamil/nifas dan anak usia dini/balita mendapat Rp 750.000/ 3 bulan. Penyandang disabilitas dan lansia diganjar Rp 600.000/3 bulan.

Total di tahun 2023 APBN tersedot 443, 4 triliun untuk dibagikan kepada masyarakat. Dan diperkirakan pada 2024 jumlahnya tidak jauh berbeda.

Pembagian aneka bansos yang dilakukan Jokowi pada bulan Januari 2024 menjelang Pemilu tidak bisa dipungkiri mengagendakan kepentingan politik. Meskipun rumor tersebut dibantah oleh kementerian terkait, namun gesture Jokowi yang sibuk membagikan langsung tidak bisa berbohong.

Penyaluran Bansos 2024 bukan lagi wewenang Kementerian Sosial, namun sudah diambil alih Menko Perekonomian, Airlangga Hartarto.  Panitia dan tim pelaksananya merangkap sebagai timses paslon Prabowo Gibran pada akhirnya sarat kepentingan. Saat menyerahkan Bansos, Jokowi tidak vulgar mengarahkan kepentingan memenangkan anak sulungnya. Cukup disampaikan oleh panitia di lapangan. Atau para Ketum parpol koalisi nimbrung jadi penumpang gelap yang terang-terangan menyampaikan : Ini Bansos Jokowi, mari dukung Prabowo Gibran untuk kelanjutan bansos yang lebih besar jumlahnya, kelak. Jokowi sayup-sayup meng-Amini-nya.

Definisi Bansos salah sasaran kini bukan lagi keluarga mampu masuk daftar penerima. Tapi berubah menjadi pendukung paslon Prabowo Gibran diprioritaskan mendapatkannya lebih dulu.

Inilah kejahatan politik dalam Bansos. Politik jika ingin menang mesti harus kejam, dan mereka sudah memulainya dengan menabrak etika di MK. Kenyataan harus disampaikan meski pahit bagi mereka yang tidak mendapat keadilan.

Cawe-cawe Jokowi memang luar biasa, melebihi Soeharto. Kita bisa apa? Kembali kepada pilihan nurani. Menjadi bagian dari proses perusakan negara dari dalam, atau melawan dengan tidak memilih orang yang pura-pura baik berkuasa.***