Politik

Jokowi Dihina Direndahkan Para Haters, Tapi Ngamuknya Kok ke PDIP?.

Panjath H. 5 months ago 930.0

Pengkhianatan Jokowi terhadap partai politik (parpol) yang membesarkan dan mengangkat dirinya ke singgasana, banyak dinarasikan sebagai upaya Jokowi membalaskan sakit hatinya ke Megawati dan PDIP. Musababnya, katanya, selama ini dia kerap diperlakukan tidak baik oleh parpol.

Benarkah? Terlalu sederhana dan naif-lah orang yang termakan oleh pembelaan yang sangat sumir dan tidak bermutu itu. Benarkah Jokowi selama ini – sembilan tahun sebagai presiden RI – dihinakan oleh partai dan secara khusus ketua umum?

Rasanya sulit dinalar. Bayangkan, selama sembilan tahun jadi presiden, dan Jokowi leluasa menjalankan agendanya hingga dia dielu-elukan sebagai presiden terbaik yang pernah ada. PDIP bangga dan mengakui dia sebagai kader terbaik. Bahkan masih diberikan kesempatan untuk menikmati periode kedua.

Selama masa jabatannya, banyak rintangan dan hadangan yang mencoba mendongkel dan menjatuhkan Jokowi – utamanya dari sosok capres dan parpol – yang kini jadi sekutunya, melawan PDI Perjuangan. Tragis dan ironis!

Bila saja PDIP tidak mengawal dan membela mati-matian, Jokowi tentu tidak bisa bertahan hingga saat ini. Maka – hampir pasti akan -- dia akan menuntaskan dua periode, meski dengan gejolak dan emosi yang sangat tidak normal.

Dan kalau PDIP mau, sebenarnya bisa saja Jokowi diperjuangkan satu periode lagi, supaya dia bisa mengawal dan melanjutkan pekerjaan-pekerjaan besar yang memang sangat bermanfaat dan membanggakan seluruh negeri. Dan ini masuk akal sebenarnya.

Hampir seluruh parpol pendukungnya di parlemen setuju Jokowi dilanjutkan untuk periode ketiga. Sebenarnya parlemen tinggal mengetokkan palunya, tetapi PDIP tidak memberikan rekomendasi. Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri beralasan bahwa konstitusi (UUD 1945) tidak boleh dilanggar hanya demi memperpanjang masa jabatan seorang presiden.

Alasan bahwa perpanjangan masa jabatan ini perlu untuk memastikan program-program dan pembangunan yang dijalankan Jokowi terus berlanjut, tentu sangat mudah dipatahkan. Sebab ada jutaan orang di negeri ini, memangnya hanya Jokowi yang bisa bekerja? Kita yakin ada banyak kandidat, yang apabila dipercaya untuk menjadi presiden, bahkan bisa melakukan hal-hal yang jauh lebih baik dan cakupannya luas.

Jokowi memang jago soal membangun infrastruktur, berani dan bernyali di hadapan para pemimpin dunia. Itu bagus. Tetapi apakah Jokowi pernah bersuara ketika terjadi aksi-aksi intoleransi terhadap kaum minoritas agama?

Pernahkah Jokowi bersuara ketika gereja diusik, ditutup, bahkan ibadah umat kristiani dilarang dan dibuubarkan? Padahal bukankah tugas dan wewenang seorang presiden RI untuk memastikan dan menjamin seluruh rakyat mendapatkan hak-haknya, dalam hal ini menjalankan ibadah sesuai agama dan keyakinan?

Setelah Jokowi “resmi” berseberangan dengan PDI P, lalu muncul narasi-narasi bahwa dia dizolimi partai itu. Kita pun penasaran, dizolimi seperti apa? Disepelekan bagaimana? Kalau memang tidak nyaman, dan tidak tahan dengan kebijakan atau tekanan partai mengapa tidak mengundurkan diri dari partai? Ini sembilan tahun kok betah?

Lihat si Ahok atau Basuki Tjahaja Purnama (BTP), yang dengan tegas mundur dari Partai Gerindra, karena merasa tidak mau didikte partai itu saat dia jadi gubernur.

Konsekuensinya, Ahok kalah dalam Pilkada DKI Jakarta tahun 2017, karena partai yang sudah menjadi lawannya itu bergabung dengan kadrun intoleran untuk melengserkan Ahok. Tapi nama Ahok tetap harum dan terhormat, sebab dia punya integritas.

Jokowi malah menunggu hingga tahun terakhir, setelah anak-anaknya dipasang untuk menopang dirinya. Orang bilang ini strategi catur Jokowi yang jenius? Hahahah... Tetapi kalau sudah menabrak UU, itu bukan lagi strategi, tetapi cara maling, primitif dan barbar.

Sekarang narasi yang berkembang, Jokowi diperlakukan tidak baik oleh partainya. Selama sembilan tahun lagi. Dan ada banyak kejadian di mana antara Jokowi dan Megawati terlihat kompak dan akrab, bagai ibu dan anak. So, di mana perlakuan yang tidak baik itu?

Jokowi dan keluarganya apa tidak tahu bahwa bagaimanapun juga Megawati adalah mantan presiden RI juga. Seorang senior menyuruh juniornya dalam sebuah acara intern partai atau pribadi, apa tidak boleh? Seperti dalam sebuah foto, Presiden Jokowi duduk berhadapan dengan Megawati, di mana Jokowi seperti anak buah. Itu kan di acara intern partai, bukan di acara kenegaraan. Dan Megawati adalah senior Jokowi yang juga ketua umumnya. Lalu di mana bentuk ketidakpantasan itu?

Atau, apakah Mega dan kader sering membully dan menghinakan, merendahkan Jokowi secara verbal? Apakah Jokowi pernah diolok-olok sebagai “plangak-plongok, bajingan tolol”, sebagaimana dulu Rocky Gerung, Fahri Hamzah, Fadli Zon, Rizal Ramli, dll., selama 9 tahun tak henti menghina dan merendahkan Jokowi dengan tudingan dan ucapan-ucapan tak senonoh?

Marahkan Jokowi? Tersinggungkah dia? Tidak tuh. Dia no comment, dan seolah tabah dan sabar dengan segala cobaan itu. Kita-kita para penulis dan simpatisan lainlah yang repot dan menahan geram membela, mendukung Jokowi, lewat artikel-artikel. Para penistanya kita hajar dengan setimpal untuk hinaannya terhadap Jokowi.

Jokowi dihina dan dilecehkan para pembencinya, tapi dicover PDIP, dan kami-kami para penulis. Selama sembilan tahun Jokowi dihina dan dilecehkan para pembencinya, tetapi marahnya, balas dendamnya malah ke PDIP dan Megawati yang selama ini membesarkan dan mengangkat harkat dan derajatnya.

Duh, Jokowi...