Politik

Gaya Sombong Gibran Saat Komentari Tuntutan Pilpres Ulang.

Xhardy a month ago 946.0

Gugatan yang dilayangkan oleh kubu Paslon 01 dan 03 ke Mahkamah Konstitusi, benar-benar membuat kubu 02 kalang kabut.

Kubu Paslon 01, mereka berharap pilpres bisa diulang, dan Gibran tidak boleh jadi peserta pilpres. Pencalonan Gibran adalah alasan utama mereka menggugat ke MK.

Sedangkan dari kubu Ganjar-Mahfud, mereka meminta supaya MK mendiskualifikasi Prabowo-Gibran lalu meminta pemilu ulang di seluruh Indonesia. Alasannya adalah karena ada pelanggaran aturan dan etika yang sebelumnya sudah dikonfirmasi oleh MKMK dan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu.

Mendengar tuntutan dari kubu Paslon 01 dan 03, telinga Gibran sepertinya sangat panas. Dia menjadi target utama dari gugatan ke MK.

Gibran kemudian mempertanyakan permintaan dari kubu 01 dan 03. Dia bilang, kalau misalnya nanti pilpres diulang dan kalah lagi, apa pilpres mesti diulang lagi sampai mereka menang?

Ini jawaban yang bernada sombong mentang-mentang merasa di atas angin, menang dengan angka 58 persen.

Dari awal, ketika Gibran ketahuan aji mumpung memanfaatkan putusan dari MK, Gibran sudah berubah, bukan lagi Gibran yang kita kenal dulu. Gibran yang sekarang jauh lebih arogan dan sombong. Yang paling parah, adalah ketika dia meledek Mahfud Md di salah satu debat cawapres dengan gaya seperti mencari sesuatu dari jauh.

Gibran masih belum merasa kalau pencalonan dirinya dinodai dengan banyak masalah. Kalau bukan karena Anwar Usman, Gibran tidak akan mendapatkan tiket ekspres dan dibantu dengan politik cawe-cawe.

Gugatan dari kubu Ganjar-Mahfud bukan berarti tidak mau move on atau tidak legowo. Demokrasi diacak-acak dengan jelas tepat di depan mata kita. Gibran dianggap memanfaatkan kekacauan konstitusi untuk maju sebagai cawapres, ditambah lagi Jokowi diduga ikut cawe-cawe lewat pengerahan bansos dalam skala besar, ditambah lagi ada isu kepala desa dikerahkan, atau lebih tepatnya diintimidasi secara halus supaya mendukung Paslon 02.

Gibran tidak paham, seandainya saat ini dia sudah berusia 40 tahun, tidak akan ada yang protes. Jika Gibran ikut pilpres di saat Jokowi tidak lagi menjadi presiden, tidak akan ada yang protes. Kalaupun ada gugatan, hasilnya akan sia-sia karena alasannya tidak kuat.

Di pilpres 2024, sudah ada banyak bukti-bukti yang menunjukkan pilpres ini sangat brutal dan kacau. Kalau dikumpulkan satu per satu, jumlahnya sangat banyak.

Kondisi ini beda dengan pilpres sebelumnya. Kalaupun ada kejanggalan, tidak semasif pilpres tahun ini. Di pilpres sebelumnya, tidak ada aturan yang ditabrak oleh MK, tidak ada penyaluran bansos gila-gilaan, tidak ada kepala desa yang diancam jabatannya jika tidak mendukung paslon tertentu, tidak ada pengerahan perangkat negara untuk membantu paslon tertentu, tidak ada pelanggaran seperti yang dilakukan oleh ketua MK dan ketua KPU.

Gibran seolah menantang, kalau pemilu diulang, pasti bakal menang lagi. Beginilah jadinya kalau ada orang yang dari awal dibantu, Gibran terima bersih, jalannya dimuluskan, kerikil dibersihkan, dia berjalan santai sampai jadi wakil presiden. Gibran tidak pernah merasakan berjuang sendiri dari nol. Mau jadi wali kota Solo aja, kalau bukan karena campur tangan Jokowi, Gibran tidak akan punya peluang. Dari awal karir politiknya, Gibran bisa dibilang tidak berkeringat.

Sebagai penutup, saya sering baca komentar, kalau masyarakat menginginkan Gibran jadi cawapres, apa itu salah? Kalau caranya adalah dengan menabrak konstitusi, ya jelas salah. Jadi kalau misalnya masyarakat mau bocah ingusan berumur 10 tahun jadi presiden, apakah itu harus dibenarkan dengan cara mengubah aturan usia?

Bagaimana menurut Anda?