Politik

Ganti Nomor Ponsel, Menkominfo Makin Turun Kredibilitasnya.

Xhardy 2 years ago 880.0

Data pribadi ikut menjadi sasaran peretasan Bjorka. Benar atau tidaknya data tersebut, sebenarnya bisa dibuktikan. Ternyata memang benar diretas karena baru-baru ini Johnny G Plate mengganti nomor ponselnya dengan menggunakan nomor Amerika Serikat.

Perlu diketahui, ada cara untuk mendapatkan nomor luar negeri secara mudah untuk keperluan verifikasi dll, sekaligus untuk menyamarkan nomor ponsel asli agar tidak disalahgunakan. Silakan Googling.

Memang terlihat kalau tujuan penggantian nomor ini adalah untuk menjaga data nomor asli tidak terbongkar atau dijadikan bahan bancakan untuk keperluan lain. Tapi sebagai Menkominfo, ini tindakan blunder sekaligus memalukan.

Kali ini terpaksa saya setuju dengan komentar dari Fadli Zon.

Menurut dia, sikap Johnny justru memperlihatkan bahwa menteri saja tidak punya kepercayaan terhadap perlindungan data di dalam negeri.

"Misalnya punya Kominfo saja nomornya saya lihat, kan saya ada nomornya, ganti nomor kalau tidak salah, sekarang kalau enggak salah pakai nomor Amerika malah, +1 kan artinya tidak ada kepercayaan juga kalau kita pakai +62," kata Fadli.

"Ini kan kalau Kominfonya saja pakai nomor Amerika bagaimana rakyat begitu kan, kan tak ada kepercayaan terhadap nomor kita yang ada di dalam negeri gitu," katanya lagi.

Fadli Zon juga menyebut kasus hacker Bjorka menunjukkan tidak adanya perlindungan data oleh pemerintah, yang seharusnya bertanggung jawab terhadap keamanan siber.

"Harusnya ada institusi seperti Kominfo atau BSSN yang bertanggung jawab terhadap keamanan siber karena kan itu data-data kelihatannya menurut informasi berseliweran di dark web dan lain-lain," ujarnya.

Menkominfo kali ini menjadi menteri paling sial tahun ini. Diserang dari segala arah, bahkan rakyat tidak mendukung sama sekali. Dia diserang tapi tidak bijak dalam menyikapi sehingga kredibilitasnya kian lama kian rusak. Gara-gara orang ini, satu negara dipermalukan.

Indonesia sampai disebut negara open source. Ada meme yang menggambarkan kekuatan siber Indonesia, yaitu pengunci pintu tapi terbuat dari kerupuk Cheetos. Padahal sudah ada data bahwa Indonesia paling rawan dan paling sering diserang dalam hal keamanan siber.

Bahkan pemerintah sudah membentuk tim khusus untuk melawan serangan dari Bjorka. Artinya permasalahan ini sudah cukup serius. Saya sampai bingung kenapa tidak ada perbaikan dalam hal keamanan siber meskipun masalah ini sudah berlarut-larut. Pantesan banyak orang mendukung Bjorka karena banyak yang kesal dan pemerintah terlalu lamban memperbaiki masalah.

Tidak peduli siapa Bjorka, apakah dia hacker internasional atau cuma hacker lokal menyamar jadi orang asing, bukan itu intinya.

Memang saya melihat, negara ini kadang harus ditampar dengan keras baru bisa tersadar. Soalnya, banyak orang yang kulit mukanya terlalu tebal. Dielus saja tidak cukup, kadang harus tampar dengan keras.

Bjorka ini sedikit banyak membantu terjadinya perubahan drastis dalam keamanan siber. Selama ini, masalah seperti ini hanya dianggap angin lalu. Sekarang baru kelabakan.

Misalnya juga RUU Perlindungan Pribadi pun dibahas tuntas dan tinggal selangkah lagi disahkan menjadi UU. Padahal RUU ini sudah dua tahun lamanya.

Seperti Jokowi baru-baru ini yang sangat marah kepada Dirjen Imigrasi karena investor maupun turis sulit mengurus Visa on Arrival (VoA) dan Kartu Izin Tinggal Terbatas (KITAS). Bahkan Jokowi akan mencopot Dirjen Imigrasi sampai semua bawahannya jika masih belum ada perbaikan. Jokowi jarang marah. Tapi kalau sudah kesal, artinya sudah sedemikian parahnya masalah tersebut. Kalau tidak diancam copot atau ditampar dengan keras, sulit untuk berubah drastis.

"Dibongkar sedemikian rupa ini kan bisa disalahgunakan untuk berbagai macam kepentingan, ini menunjukkan negara kita di dalam konteks dunia siber ini terra incognito atau negara tak bertuan, mudah sekali diretas mudah sekali dibobol, mudah sekali diintervensi, ini persoalan yang sangat serius karena menyangkut masalah harga diri," kata Fadli.

Kalau Fadli mau nyinyir seperti ini, tidak ada yang salah. Memang ada benarnya sekaligus ironis. Bicara soal revolusi industri 4.0, dunia digital, metaverse dll, tapi keamanan data saja kayak kerupuk, mudah dihancurkan. Pondasi digital kita masih lemah, mudah keropos dan roboh.

Bagaimana menurut Anda?