Politik

Cadas! Kalah Gercep Sama Prabowo, PPP Terpaksa Gigit Jari Gagal Dapatkan Sandi.

Fery Padli a year ago 1.1k

Yang namanya partai tentu akan berusaha mati-matian mempertahankan kadernya agar tidak mengundurkan diri atau pindah ke partai lain. Tidak ada partai yang mau seperti Partai Ummat yang ditinggalkan oleh kadernya secara berjamaah. Dan tidak ada partai yang mau seperti Partai Pandai (Parpol besutan Farhat Abbas) yang tidak lolos sebagai calon peserta Pemilu 2024 lantaran kadernya terlalu sedikit.

Lihat saja apa yang dilakukan oleh Partai Demokrat. Jelas-jelas Gubernur Papua Lukas Enembe korupsi dan tidak taat hukum dengan mengerahkan massa supaya tidak dicyduk KPK, tetap saja ia tidak dipecat dari Demokrat.

Ia hanya dicopot dari jabatannya sebagai Ketua DPD Partai Demokrat Papua. Selain itu, statusnya sebagai kader masih terus berlanjut.

Lantas, kenapa mantan Bupati Puncak Jaya itu masih dipertahankan sebagai kader oleh Partai Demokrat? Bukankah partai besutan SBY tersebut slogannya 'Katakan Tidak pada Korupsi'?

Ya karena Lukas punya banyak pendukung. Pada Pilgub Papua 2018 lalu saja yang memilihnya sebanyak 1,9 juta. Artinya kalau dia dilepas maka suara 1,9 juta itu bisa lepas juga ke partai lain.

Di zaman sekarang, tidak penting kader latar belakangnya apa. Mau dia koruptor atau tukang tipu, ketika dia punya basis massa yang banyak pasti akan dipertahankan mati-matian oleh partai. Kenapa? Karena partai ingin menjadikan pendukungnya sebagai lumbung suara.

Apalagi kalau ada politisi yang selain punya popularitas tinggi tapi juga tajir melintir, semakin semangalah partai mempertahankannya.

Hal ini bisa dilihat dari bagaimana Gerindra mati-matian mempertahankan Sandiaga Uno agar tidak direbut oleh PPP.

Sandi bisa dibilang harta yang paling berharga buat Gerindra. Gak ada apa-apanya M Taufik dibandingkan dia meskipun lebih senior.

Kenapa demikian? Karena cuannya banyak ferguso. Pada 2021 saja, harta kekayaannya mencapai Rp 10,6 triliun.

Selain itu, Menteri Pariwisata tersebut juga bisa dibilang royal alias tidak perhitungan soal duit. Saat ikut Pilgub DKI 2017, ia yang paling banyak keluar modal. Sedangkan partnernya Anies hanya bermodalkan tata kata doang.

Begitu pun saat Pilpres 2019 lalu, Sandi juga yang paling banyak habis logistik.

Bayangkan, untuk dapatkan tiket dari PKS dan PAN saja, ia rela membayar Rp 1 triliun. Belum lagi untuk dana kampanye dan nasi bungkus kelompok 212. Dia juga yang sediain.

Artinya apa? Dengan hadirnya Sandi, Gerindra terbantu banget pada 2019 silam. Meskipun belum beruntung.

Nah di samping itu, Sandi ini bisa dibilang karirnya sudah hampir purna. Jadi pengusaha sudah, jadi pemimpin organiasi tingkat nasional sudah yakni Ketua Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI) periode 2005-2008, jadi Wagub DKI sudah, jadi menteri sudah, jadi Cawapres sudah.

Tinggal jadi Capres saja yang belum.

Dan bak gayung bersambut, ia tertarik untuk memperebutkan tiket kursi RI-1 itu.

Mungkin Sandi mikir, Anies saja yang hanya modal kata-kata atau cuap-cuap doang mau NasDem mengusungnya, apalagi dia yang punya logsitik dan belum pernah dipecat dari menteri.

Hanya saja kendala si Sandi ini cuma satu. Ketum partainya Prabowo tidak tahu diri. Jelas-jelas tidak diinginkan masyarakat untuk jadi presiden, terbukti dengan 3 kali ikut Pilpres kalah melulu, masih juga pengen Nyapres lagi pada 2024 mendatang.

Padahal kalau bos Fadli Zon itu ikut Pilpres ribet lho. Dramanya mengalahkan drama Korea. Pakai acara sujud syukur segala seolah menang. Padahal KPU saja belum mengumumkan hasil Pilpres secara resmi. Hingga main presiden-presidenan, Siap presiden!.

Inilah yang kemudian terbersit di benaknya untuk pindah partai ke partai lain, PPP.

Pertannyaannya, kenapa PPP? Bukankah partai itu diguncang prahara terus? Dan menjadi partai yang lolos ke senayan dengan perolehan suara paling sedikit?

Ya karena PPP satu-satunya partai yang tidak punya Capres/Cawapres.

Karena kalau Sandi pindah ke Demokrat misalnya. Partai tersebut lagi memperjuangkan Anies-AHY untuk diusung.

Artinya, peluangnya tertutup untuk diusung oleh Partai Demokrat.

Begitupun kalau Sandi pindah ke PDIP. Sudah menjadi kebiasaan PDIP untuk mengusung kadernya yang sudah terbukti loyal kepada partai.

Artinya, ia juga kecil kemungkinan diusung sebagai Capres oleh partai berlambang Banteng itu.

Sedangkan di PPP, tidak hanya berpeluang diusung oleh partai tersebut, Sandi juga berpeluang jadi Ketua Umum PPP.

Karena PPP perolehan suaranya kecil, memang harus berkoalisi dengan partai lain. Tapi dia kan punya duit banyak. Bisa beli partai. Terbukti pada Pilpres 2019 lalu, tiket dari PKS dan PAN berhasil dia beli.

PKS walau partai dakwah, kalau ditawari Rp 1 triliun kelihatannya bakal tergiur juga. Hehehe

Ngapain juga ngusung Anies kalau cuma ngusung doang, sementara Cawapresnya orang lain. Mending ngusung yang pasti-pasti sajalah (pasti menghasilkan).

Begitupun dengan PAN. Kalau harganya pas, ngusung Sandi pun tidak masalah. Hehehe

-o0o-

Hanya saja sepertinya PPP bakal gigit jari.

Kenapa demikian?

Karena Prabowo gercep mempertahankan mantan bestie-nya bertarung di Pilpres 2019 itu.

Pertanyaannya, dengan cara apa?

Dipanggilnya Sandi, diajaknya bicara 4 mata. Klepek klepek-lah Wakil Ketua Dewan Pembina Partai Gerindra tersebut.

Hasilnya, Sandi mendukung Prabowo di Pilpres 2024, dan ia tetap sebagai kader Gerindra.

Asik. Hehehe.

Kura-kura demikian yang ada di benak pendukung Prabowo.

Akan tetapi, kalau dia tetap mendukung Prabowo, sudah bisa dipastikan Sandi tidak akan bertarung lagi pada Pilpres 2024 mendatang. Karena tiket Cawapres sudah di-booking oleh Cak Imin.

Dengan demikian, kita bakal rindu juga dengan aksinya yang pakai rambut petai itu.