Humor

Antara Roy Suryo dan Anies, Siapa Yang Lebih Ambyar?.

Ge Witjaksono 2 years ago 525.0

Dalam dunia musik tanah air, istilah “ambyar” identik dengan sang maestro campursari, Didi Kempot. Dalam salah satu lagunya yang berjudul “Ambyar”, Lord Didi menceritakan kisah cinta seorang pemuda yang hancur berkeping-keping alias ambyar karena menjadi korban janji seorang gadis.

Namun lain halnya di gelanggang politik. Istilah ambyar seolah identik dengan Roy Suryo, seorang mantan politisi Partai Demokrat. Dalam setiap cuitannya di twitter, ia selalu menggunakan istilah ambyar. Melihat beberapa contoh perilakunya sebagaimana tersebut di bawah, istilah ambyar ini rasanya amat pas menggambarkan kondisi mentalnya.

Sosok yang pernah membikin publik geger karena kasus dugaan pengembatan panci milik Kemenpora ini juga dikenal sebagai pakar telematika. Entah bagaimana ceritanya, Roy Suryo bisa dikenal sebagai pakar telematika.

Telematika sendiri adalah bidang interdisipliner yang menggabungkan sistem jaringan komunikasi, teknologi transportasi, dan teknologi informasi (Wikipedia). Padahal jamak diketahui bahwa latar belakang pendidikannya adalah Jurusan Ilmu Komunikasi. Ia juga tidak pernah menulis buku, tesis atau pun jurnal di bidang telematika.

Bahkan parahnya, pada tahun 2008 silam ia pernah membuat blunder dengan mengatakan bahwa deface terhadap situs-situs pemerintah saat itu dilakukan oleh hacker maupun blogger. Mungkin karena hal-hal inilah beberapa komunitas teknologi informasi pernah meragukan kepakaran telematika mantan Menpora SBY ini. Namun ikhwal keraguan itu pun akhirnya menguap tidak jelas kelanjutannya.

Kini politisi yang sering dikaitkan dengan panci ini sedang tersangkut kasus hukum gara-gara perilaku kebenciannya pada Presiden Jokowi. Berawal dari wacana kenaikan harga tiket masuk ke Candi Borobudur yang digulirkan Luhut Binsar Panjaitan.

Dengan semangat kebencian, ia merespon wacana itu dengan memposting foto stupa candi Borobudur yang wajahnya sudah diedit menjadi mirip wajah Presiden Jokowi. Dalam postingannya ia menganggap hal itu kreatif dan lucu. Dengan demikian mudah diduga ─ seperti biasanya ─ bahwa tendensinya memang untuk menghina dan melecehkan Jokowi.

Presiden Jokowi sendiri selama ini, yang memang pemaaf, sering kali tak menggubris berbagai penghinaan yang dilakukan warganet kepadanya. Barangkali karena inilah banyak netizen yang tidak jera untuk menghina dan merendahkan Kepala Negara.

Namun agaknya Roy Suryo lupa, selain sebagai tempat pariwisata, candi Borobudur juga memuat unsur-unsur keagamaan khususnya agama Budha. Wajah stupa candi yang asli (yang belum diedit) merupakan salah satu simbol-simbol sakral agama Budha. Akibat kelakuan tidak senonohnya, mantan Menpora yang tidak hafal lagu Indonesia Raya itu dilaporkan ke polisi karena dianggap menghina dan menista agama Budha.

Sekarang kita bandingkan dengan mental ambyar Anies Baswedan, sosok ahli tata kata yang berhasil mengangkangi singgasana DKI-1 dengan modal politik identitas dengan spesialisasi politisasi agama. Melihat cara yang ditempuhnya, bagaimana ia bisa merebut kursi DKI-1 , itu saja sudah menunjukkan mental ambyar Anies yang akut.

Belum lagi kalau kita mengamati bagaimana Anies bekerja sebagai Gubernur DKI Jakarta. Hampir semua janjinya saat kampanye dulu tidak terealisasi alias ambyar. Oke Oce, rumah DP 0, naturalisasi sungai, sumur resapan, penolakan reklamasi, penanganan banjir, kemacetan dan lain-lain semuanya ambyar.

Hanya JIS yang ─ katakanlah ─ berhasil ia bangun, kendati itu juga terdapat andil dari gubernur sebelumnya. Sedangkan Formula E yang dikatakan para buzzernya sebagai sukses besar sekarang masih menjadi kontroversi dan pendanaannya juga sedang dalam taraf penyelidikan KPK. Proyek Formula E- nya ini juga sempat memakan korban pohon-pohon di kawasan Monas yang ia balak secara liar.

Fenomena ‘kelebihan bayar ‘ yang terjadi berulangkali dalam transaksi keuangan Pemprov DKI merupakan titik ambyar Anies yang lain. Tapi anehnya BPK dan KPK tetap bergeming atas fenomena ini. Bahkan BPK selalu menerbitkan WTP atas laporan keuangan Pemprov DKI selama dikendalikan Anies.

Dan yang terakhir, tentu saja, keputusannya yang mengganti nama 22 jalan di DKI dengan nama-nama tokoh Betawi. Saya melihatnya sebagai usaha Anies agar dianggap berpihak pada kaum pribumi. Lagi-lagi ini merupakan sebuah manuver Anies untuk menuju Pilpres 2024.

Namun keputusan ambyar Anies ini pastilah mengakibatkan warga Jakarta juga ambyar. Perubahan nama jalan jelas menimbulkan efek domino dalam urusan administrasi kependudukan dan surat-surat penting yang terkait dengannya. KTP, SIM, STNK, BPKB, Sertifikat Tanah, Akta Pendirian Perusahan dan lain-lain otomatis harus diubah sesuai dengan nama jalan yang baru, yang tentu saja akan memakan waktu, tenaga dan biaya warga Jakarta untuk mengurusnya.

Kalau seperti ini, siapa yang lebih ambyar..?

Salam kura-kura...

Foto: courtesy of mediaindonesia.com dan liputan6.com